Adakah Tamu di Internet?

Guests from Overseas (1901) karya Nicholas Roerich

Fasilitas “Buku Tamu” seakan-seakan menjadi feature wajib sebuah situs web. Untuk apa sebetulnya “Buku Tamu” ini disediakan? Tapi sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita jawab pertanyaan yang lebih mendasar: adakah tamu di Internet?

Dalam kultur kita, tamu adalah orang yang mengucapkan salam dan mengetuk rumah kita sebelum ia dipersilakan masuk. Seorang tamu selalu menyiapkan dirinya untuk tampil sesantun mungkin selama berada di rumah kita. Dan kita, sebagai pemilik rumah, punya kewajiban untuk menerimanya secara baik-baik. Dalam kultur kita, apapun motifnya, sebuah kunjungan adalah sebuah jalan silaturahmi: sebuah cara untuk berbagi kasih sayang.

Kita sangat memegang teguh pepatah “Hormatilah tamu”. Kita tidak mengenal pepatah “Tamu itu bagaikan hujan: ketika dia betah, dia menyusahkan.” Setidaknya, kita tidak pernah mau secara terang-terangan menerima pepatah Yahudi Jerman itu. Ya maaf saja, kita ini warga masyarakat yang cukup berbudaya, yang tahu persis bagaimana caranya berbasa-basi supaya terlihat berbudaya dan tahu adat.

Apakah pertamuan macam ini yang akan kita dapatkan di Internet? Jelas bukan. Kesantunan dalam bertamu dan menerima tamu dalam kultur fisik kita terjadi karena si tamu dan si tuan rumah sama-sama saling berhadapan wajahnya. Sementara di Internet, komunikasi berlangsung nyaris tanpa wajah. “Di Internet, tak seorang pun tahu kamu adalah seekor anjing,” tulis Peter Steiner dalam kartunnya yang terkenal, yang dimuat di New Yorker 5 Juli 1993. Jika kita belum mengenal dia sebelumnya, kita tidak pernah tahu siapa orang yang berkomunikasi dengan kita di Internet.

Orang cenderung kehilangan katup kendali dirinya ketika merasa wajah aslinya tak bisa dikenali. Ia akan merasa boleh melakukan apa saja tanpa risiko, dengan atau tanpa kesantunan. Itulah sebabnya, jangan terlalu berharap bahwa para pengakses situs web kita adalah tamu-tamu seperti yang kita kenal dalam kultur fisik kita. Para pengakses situs web kita, pertama-tama, adalah orang yang singgah; dia belum tentu seorang tamu seperti yang kita pahami dalam kehidupan fisik kita.

Para pengunjung situs web lembaga atau perusahaan anda boleh jadi memang kolega dan mitra bisnis anda, atau stakeholder yang memang wajib anda layani, atau pelanggan maupun potential cutomer anda. Tapi, mereka juga bisa saja orang yang karena alasan tertentu tersesat ke situs web anda, atau mungkin cracker, atau pedagang yang libido presentasinya sedang naik, atau bisa juga mereka adalah perpanjangan tangan dari pesaing bisnis atau politik anda. Semuanya serba mungkin.

Tentu, tentu, siapapun yang mengunjungi situs web kita, sebaiknya kita layani dengan baik. Bagaimanpun situs web perusahaan atau lembaga anda adalah perpanjangan bisnis anda di Internet. Pelayanan yang baik akan membangun citra dan reputasi yang baik, akan menanamkan rasa percaya kepada stakeholder, dan akan membangun kesetiaan pelanggan anda.

Tapi melayani pengakses bukan berarti membiarkan mereka berbuat semaunya di situs web kita. Membiarkan pengakses mengendalikan situs web anda sama saja dengan membiarkan orang asing menjadi tuan rumah di rumah kita sendiri. Melayani pengakses secara baik adalah menyediakan informasi dan alat yang dibutuhkan oleh mereka. Kesungguhan anda dalam melayani para pengakses diperlihatkan dengan ketepatan dan kecepatan anda dalam merespon kebutuhan mereka, yang sesuai dengan visi bisnis anda secara online.

Fasilitas “Buku Tamu” yang lazim dipajang di situs web, saya kira, tidak bisa menjadi alat yang baik untuk melayani para pengakses maupun membantu pencapaian sasaran bisnis anda secara online. Sebab, pertama-tama, fasilitas “Buku Tamu” yang dikenal selama ini tidak memungkinkan pengelolalanya untuk menyortir pesan dari pengakses sebelum tampil di web.

Apa yang anda harapkan dari “Buku Tamu” anda?

Feedback dari pengakses? Feedback itu akan lebih efektif jika anda menerima langsung di mailbox, sehingga anda bisa dengan cepat meresponnya; sekaligus menunjukkan kepada para pengakses bahwa lembaga atau perusahaan anda cukup peduli dengan masukan dari mereka.

Atau, anda berharap mendapatkan testimoni yang baik dari pengakses? Fasilitas “Buku Tamu”tidak dapat menyortir testimoni. Anda mungkin mendapatkan testimoni yang memberikan dukungan yang baik kepada citra bisnis anda. Tapi, “Buku Tamu” juga memberikan jalan mudah bagi siapapun untuk membunuh karakter korporat anda.

Atau anda percaya bahwa “Buku Tamu” bisa membangun citra lembaga atau perusahaan yang transparan dan demokratis? No way! Transparansi bisa anda citrakan dengan kejujuran anda dalam merespon feedback yang anda terima. Dan demokrasi? Demokrasi sebaiknya dibangun di forum-forum yang jelas peruntukan dan sasarannya, dengan peserta yang jelas pula identitas digitalnya. Meski, terus terang, saya masih punya kesan bahwa kabanyakan dari kita masih lebih terbiasa bermonolog ketimbang berdialog di forum-forum diskusi online itu.

Sepuluh tahun lalu, ketika web baru saja mulai dikenal di masyarakat kita, fasilitas”Buku Tamu” mungkin tampak mempesona; menyajikan sihir teknologi yang memungkinkan orang dengan sekejap mata menampilkan teks di sebuah web. Menyediakan “Buku Tamu” di situs web hari ini seperti mengajak orang asing untuk membuat grafiti sesukanya di tembok rumah kita yang pintunya dibuka lebar-lebar.

Jika hari gini situs web lembaga atau perusahaan anda masih menyediakan fasilitas “Buku Tamu”, maka berdoa sajalah, agar lembaga atau perusahaan anda selamat, dan agar staf pengelola web lembaga atau perusahaan anda tidak dipecat. Amin.

(Pertamakali dimuat di detikcom)

Jaringan

Kontak