Internet, terutama pada awal-awal perkembangan teknologi web, punya janji yang menggiurkan. "Segala urusan", begitulah kira-kira janji itu berbunyi, "bisa diselesaikan di ujung jari anda". Termasuk urusan belanja buku.
Geserlah roda pemutar di mouse dengan ujung jari untuk mencari buku yang anda mau. Tekan lagi tombol mouse untuk memasukan buku yang anda pilih ke keranjang belanja. Untuk membayar belanjaan, anda hanya perlu menggerakan ujung jari lagi. Anda tidak perlu beranjak dari tempat duduk anda untuk mendapatkan buku yang anda mau. Apa susahnya berbelanja buku secara online?
Dalam beberapa hal, janji Internet tentang "ujung jari" kita itu terlaksana. Sukses toko buku online Amazon adalah buktinya. Orang merasa terbantu oleh kehadiran toko buku online: lebih praktis!
Bahkan, di Indonesia, toko buku online punya daya tarik tambahan: diskon. Hampir semua toko buku online Indonesia setiap hari memberikan diskon untuk produk yang ditawarkannya. Setiap hari! Sementara toko-toko buku offline yang berdinding dan berlantai- belum tentu menyediakan produk berdiskon setiap bulan.
Apakah toko buku online akan bersaing dengan toko buku biasa?
Berdasarkan pengalaman kita yang hidup bersama perkembangan media, pertanyaan tadi sama sekali tidak relevan untuk diajukan. Kita sudah mengalami, ternyata TV tidak benar-benar berseteru atau bahkan membunuh radio; ternyata situs berita online tidak benar-benar menghabisi koran dan majalah cetak. Begitu juga dengan toko buku online dan toko buku biasa. Keduanya memberikan pengalaman masing-masing yang berbeda kepada pelanggannya. Mereka akan mempunyai jalan hidup sendiri-sendiri.
Toko buku online barangkali menjadi pilihan yang tepat pada saat kita sudah mempunyai niat untuk membeli buku tertentu, yang judul dan penulisnya -bahkan juga harganya- sudah kita tahu. Fasilitas pencarian di toko buku online juga terasa sangat membantu kita yang mau membeli buku dengan subyek-subyek tertentu. Jika di kota kecil yang kita huni tidak ada toko buku, maka toko buku online adalah alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan kita dalam membeli buku.
Meski begitu, harus diakui juga, sampai sekarang kebanyakan dari kita masih belum terbiasa berbelanja secara jarak jauh. Banyak diantara kita masih meragukan keamanan berbelanja secara online. Tapi, bagi saya, problem ini hanya soal waktu saja. Pelan-pelan -didukung oleh regulasi yang jelas mengenai transaksi online, teknologi yang makin baik di bidang keamanan, dan praktek bisnis yang sehat- kita akan mempercayai kemanan berbelanja di Internet; sepercaya kita pada transaksi-transaksi yang dilakukan lewat SMS.
Cuma, hal yang agak susah dipenuhi oleh toko buku online adalah suasana berbelanja. Pada prakteknya, berbelanja bukanlah soal membeli barang yang sudah tertera di daftar belanja kita. Berbelanja juga berarti kita membuka hampir seluruh panca indra kita terhadap godaan buku-buku yang kita lewati di sepanjang lorong rak di toko. Politik display para pengelola toko buku juga ikut mempengaruhi keputusan kita. Cobalah ingat-ingat. Penampilan, bentuk dan dimensi buku -bahkan saya sering mendengar ocehan pecinta buku tua yang merasa kangen dengan aroma buku- ikut serta menentukan keputusan untuk membeli satu dua buku. Itulah suasana berbelanja yang hanya bisa didapatkan di toko buku yang belantai dan berdinding; bukan toko buku online.
Toko buku online melayani kebutuhan kita yang satu; sementara toko buku yang berlantai, berdinding, dan beretalase kaca memenuhi kebutuhan kita yang lain. Saya kira, mereka tidak sedang bersaing.
Di masa datang, perubahan-perubahan kecil di toko buku akan cukup memberikan pemuasan kebutuhan tambahan kepada pelanggannya. Sebut saja perluasan toko, penataan navigasi, dan penataan desain toko akan cukup memberikan kepuasan tambahan. Apalagi jika toko buku juga bisa menyediakan pojok layanan cepat yang memungkinkan pelanggan yang membawa daftar belanja bukunya dapat dengan cepat dilayani tanpa harus berputar-putar diantara rak-rak buku.
Justru yang paling genting adalah toko-toko buku online. Toko buku online yang hanya membiarkan dirinya tak lebih dari sekadar katalog -yang disertai dengan software keranjang belanja- akan susah bersaing untuk mendapatkan pelanggan. Kenapa begitu?
Pengguna Internet makin hari makin kritis. Mereka semakin memperlihatkan keinginannya untuk dihargai sebagai bagian dari komunikasi dua arah. Mereka -pasar di Internet- adalah sekumpulan orang yang aktif, bukan pasif, dan meminta bagian untuk ikut berbicara di setiap kesempatan.
Karakter pasar macam itu jelas tidak cocok dengan toko buku online yang melulu menyajikan katalog. Dengan hanya menyajikan katalog kepada calon pelanggannya, si toko buku online menganggap pasarnya tak lebih dari scanner saja. Toko buku online macam ini akan segera lewat masanya. Goodbye!
Amazon.com menyediakan fasilitas bagi pelanggannya untuk menuliskan ulasan mengenai buku yang dibacanya. Tapi, sebentar lagi, fitur macam itu tidak akan dianggap cukup oleh pasar Internet. Saya memperkirakan, toko buku online sebentar lagi akan melibatkan komunitas penggila buku untuk meramaikan situs webnya, menentukan selera dan trend buku yang dijualnya. Bukan mustahil, toko buku online akan berupa perpaduan antara portal blog, keranjang belanja, katalog buku, dan forum diskusi. Mungkin begitu. Mungkin
Ah, terserah di toko mana saja anda membeli buku. Yang penting, jangan biarkan hidup anda tanpa buku; dan jangan biarkan buku anda tidak hidup.
(Tulisan ini disiapkan untuk majalah Matabaca edisi Oktober 2007)