Tarif listrik akan naik. Pemerintah telah memastikan akan mencabut subsidi listrik yang selama ini diberikan kepada pelanggan listrik berdaya 900 Volt Ampere (VA) mulai Januari 2017. Pencabutan subsidi itu telah mendapatkan persetujuan dalam Rapat Kerja Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR RI pada tanggal 22 September 2016.
Pencabutan subsidi itu akan dilangsungkan secara bertahap. Pada Januari 2017 tarif listrik golongan tersebut akan naik dari Rp585,- per KWh menjadi Rp774,- per KWh. Pada bulan Maret 2017, tarif akan naik lagi menjadi Rp1.023 per KWh. Pada bulan Mei, tarif naik lagi menjadi Rp1.352,-
Kenaikan tarif listrik tersebut tidak dikenakan ke seluruh pelanggan listrik berdaya 900 VA. Hanya pelanggan yang dianggap mampu saja yang akan terkena kenaikan tarif itu.
Kenaikan tarif listrik ini dilakukan untuk memastikan agar subsidi listrik diberikan kepada sasaran yang tepat agar tidak membebani anggaran. Pemerintah mengalokasikan Rp48,6 triliun untuk subsidi listrik dalam RAPBN 2017, menurun dari APBNP 2016 sebesar Rp50,7 triliun.
Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 memperlihatkan bahwa hanya 17% saja, atau 4.016.948 rumah tangga miskin dan rentan miskin yang layak menerima subsidi dari total 22.639.000 pelanggan listrik berdaya 900 VA.
Jelas, berdasar data itu, subsidi listrik telah salah sasaran selama ini. Bahkan, sebuah studi memperlihatkan, subsidi listrik yang diberikan kepada kelompok pelanggan 450 VA dan 900 VA yang berlaku saat ini menunjukkan subsidi tersebut tidak tepat sasaran, tidak adil, dan mendorong penggunaan listrik yang boros
Dianggap tidak tepat sasaran karena subsidi selama ini sebagian besar dinikmati oleh kelompok yang mampu. Dianggap tidak adil karena kelompok yang lebih mampu mendapatkan subsidi lebih besar ketimbang kelompok yang tidak mampu. Dianggap mendorong penggunaan listrik yang boros karena konsumsi listrik melebihi kebutuhan listrik yang wajar.
Kita bisa memahami langkah-langkah pemerintah untuk membuat subsidi menjadi lebih tepat sasaran, bukan saja agar tidak membebani anggaran, melainkan juga untuk membangun rasa adil di tengah masyarakat. Meski begitu, kerisauan masyarakat kita atas kenaikan tarif listrik jelas harus mendapat perhatian serius.
Karena kenaikan tarif listrik berdaya 900 VA itu tidak diberlakukan kepada semua pelanggan, pertanyaan yang muncul di benak pelanggan adalah: Apakah saya tergolong layak mendapat subsidi?
Apa kriteria yang dipergunakan untuk menentukan si A berhak dan si B tidak berhak mendapat subsidi? Pertanyaan ini perlu mendapat respon yang cepat dan jernih agar kecemburuan sosial, seperti yang dikhawatirkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), tidak perlu terjadi.
Untuk memastikan data pelanggan yang tepat sasaran, sejak Januari hingga akhir Maret 2016, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memang telah melakukan proses pencocokan data rumah tangga miskin dan rentan miskin yang menggunakan listrik 900 VA berdasarkan PBDT 2015.
Juga Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, dibantu oleh PT PLN, telah menyiapkan mekanisme pangaduan bagi masyarakat yang merasa masih berhak mendapatkan subsidi.
Namun untuk membangun rasa adil di tengah masyarakat terkait dengan pencabutan subsidi ini, pemerintah perlu memperhatikan dua hal. Pertama, pemerintah perlu secara transparan menjelaskan kriteria anggota masyarakat yang masih berhak atas subsidi itu.
Kedua, mekanisme pengaduan masyarakat yang akan disediakan oleh Kementerian ESDM itu haruslah benar-benar dan cepat dijangkau masyarakat. Mekanisme pengaduan yang rumit hanya akan menjengkelkan masyarakat dan memancing ketidakpercayaan masyarakat atas niat baik pemerintah.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/menuju-subsidi-listrik-yang-tepat-sasaran-dan-adil