Bu,
belikan aku
keberanian
di pasar loak
atau di supermarket
besok!
Aku mau demonstrasi
Afnan Malay menulis sajak itu pada pertengahan 80-an. Sajak yang sangat populer di kalangan aktivis mahasiswa 80-an itu menunjukkan betapa demonstrasi bukanlah tindakan yang mudah dilakukan di era sebelum reformasi. Butuh keberanian luar biasa untuk melakukannya.
Sebelum era reformasi, tidak ada perlindungan hukum kepada warga negara yang hendak menyampaikan pendapat lewat demonstrasi. Penguasa pada saat itu sangat represif. Hampir setiap demonstrasi berujung dengan pembubaran paksa dan penangkapan para demonstran.
Mereka yang tumbuh setelah era reformasi seharusnya merasa lebih lega karena negara memberikan perlindungan hukum bagi warganya untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Melalui demonstrasi, salah satunya.
Bersamaan dengan pergantian kekuasaan, lahirlah Undang-undang No. 9/1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Undang-undang ini memberikan jaminan perlindungan hukum kepada warga negara untuk menyampaikan pendapat secara bebas.
Undang-undang tersebut memberikan jalan lebih mudah bagi warga negara untuk berdemonstrasi. Tak perlu izin yang berbelit-belit untuk melakukan unjuk rasa. Cukup memberitahu polisi, demonstrasi kemudian boleh dilakukan.
Keleluasaan ini membuat aksi unjuk rasa jauh lebih banyak terjadi ketimbang pada masa Orde Baru. Sekarang hampir semua orang tahu, setiap warga negara berhak untuk berdemonstrasi. Tapi apakah cukup banyak warga negara tahu bahwa ada sejumlah kewajiban dan batasan dalam berunjuk rasa yang dijamin oleh undang-undang? Kita boleh meragukannya.
Salah satu hal yang dibatasi oleh Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 itu adalah tempat berdemonstrasi. Selain melarang berdemonstrasi pada hari besar nasional, Pasal 9 Ayat 2 undang-undang tersebut dengan jelas melarang demonstrasi dilangsungkan di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api,terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional.
Larangan melakukan aksi unjuk rasa di tempat-tempat tersebut pasti bukan tanpa alasan. Hak untuk menyampaikan pendapat dengan berdemonstrasi tentu harus dibarengi dengan kewajiban untuk menghormati hak-hak orang lain, aturan-aturan moral, keamanan dan ketertiban, serta menaati hukum.
Kita sudah menyaksikan pernah ada sejumlah unjuk rasa berlangsung di tempat-tempat yang dilarang oleh undang-undang. Beberapa kali, misal, kita melihat aksi unjuk rasa di lingkungan istana. Aksi damai 4 November lalu adalah contoh yang paling baru.
Media massa juga pernah mewartakan sejumlah demonstrasi yang berlangsung di masjid, vihara, pura, terminal angkutan darat, pelabuhan laut, bandara, stasiun kereta, rumah sakit, juga di obyek vital seperti jalan tol.
Polisi memang tercatat pernah membubarkan aksi demonstrasi di tempat terlarang itu. Tapi masyarakat juga mengingat sejumlah demonstrasi di tempat terlarang yang tidak berhasil dicegah atau dibubarkan--bahkan terkesan dibiarkan oleh pihak kepolisian.
Pembiaran semacam itu tentu perlu disesalkan. Membiarkan sebuah pelanggaran hukum seringkali menjadi pintu masuk bagi pelanggaran-pelanggaran lain yang lebih berat dan serius. Juga, membiarkan pelanggaran terjadi berulang-ulang hanya akan melumpuhkan hukum dan ketertiban.
Warga negara tentu dituntut untuk mematuhi hukum. Namun polisi jelas lebih tahu dan paham rincian hukum. Itu sebabnya dalam banyak urusan--termasuk perihal unjuk rasa--kita lebih berharap pihak kepolisian mengarahkan warga negara agar menaati hukum.
Pengarahan yang tegas dari pihak kepolisian tersebut sekaligus merupakan bagian dari mendidik warga negara untuk taat hukum dan merawat ketertiban.
Pasal 15 Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 itu memperbolehkan pembubaran demonstrasi yang berlangsung di tempat-tempat terlarang. Meski begitu kita pasti lebih menginginkan polisi bisa mencegahnya sejak dini.
Pencegahan lebih bisa memastikan terpenuhinya hak dan kewajiban warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/demonstrasi-tak-boleh-di-sembarang-tempat