Pasal makar dan ancaman kebebasan berpendapat

Ilustrasi oleh Kiagus Aulianshah/Beritagar.id

 

Makar. Kata itu menjadi lebih sering disebut memasuki aksi demonstrasi anti-Ahok yang kedua. Bahkan Kapolri membuka kemungkinan untuk mempelajari kemungkinan untuk menerapkan pasal makar terkait orasi sejumlah tokoh dalam aksi 4 November tersebut.

Semakin mendekati rencana aksi 25 November dan 2 Desember 2016, sinyalemen adanya aksi makar makin sering diungkap.

Pada 21 November 2016 Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. M. Iriawan, mengeluarkan Maklumat Nomor: Mak/04/XI/2016 tentang Penyampaian Pendapat Di muka Umum. Di dalam maklumat itu, Kapolda Metro Jaya mempertegas larangan melakukan makar dalam penyampaian pendapat umum.

Tampaknya pihak kepolisian memang sudah mengendus sebuah rencana makar. Pada hari yang sama Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyampaikan secara terbuka bahwa pihak kepolisian telah mendeteksi "upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha untuk dalam tanda petik menguasai DPR" pada aksi 2 Desember. Aksi seperti itu bagi Kapolri adalah tindakan makar.

Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo memberikan pernyataan, "Apabila yang dikatakan Kapolri ada tindakan makar, itu bukan urusan polisi saja, tapi sudah urusan TNI." Pernyataan ini seolah mempertegas sinyalemen tentang rencana makar yang menyertai aksi-aksi anti-Ahok.

Hal itu memunculkan pertanyaan, "Ke arah manakah tudingan makar itu ditujukan?" Orang-orang mulai berspekulasi.

Apakah tuduhan makar itu diarahkan kepada mereka yang akan berdemonstrasi pada 2 Desember? Ataukah tudingan itu ditujukan kepada phak-pihak yang dianggap memprovokasi rangkaian aksi anti-Ahok?

Teka-teki itu terjawab pada Jumat (2/12/2016) pagi. Sepuluh orang tokoh dan aktivis ditangkap beberapa jam sebelum aksi 2 Desember dimulai. Delapan orang diantara mereka -termasuk Sri Bintang Pamungkas, Ahmad Dani, dan Rachmawati Soekarnoputri- dijerat dengan pasal makar.

Sampai Jumat siang pihak kepolisian belum memberikan keterangan yang jelas dan rinci mengenai tindakan makar yang disangkakan kepada mereka yang ditangkap itu.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal-pasal tentang makar berada dalam bab tentang kejahatan terhadap keamanan negara. Pasal 104 menyebut jenis aksi makar terkait membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah.

Pasal 106 menyebut jenis makar yang terkait dengan separatisme dan menyerahkan wilayah negara kepada musuh. Pasal 107 menyebut makar yang bertujuan menggulingkan pemerintah. Pasal 110 lebih berkenaan dengan permufakatan jahat dan mempersiapkan tindakan makar.

Pada era Orde Baru, pasal makar seringkali dipakai untuk membungkam para aktivis politik. Sedangkan di era reformasi, selain pernah dikenakan dalam kasus terorisme, pasal makar pernah dikenakan dalam kasus-kasus yang melibatkan aktivis politik di Papua dan Maluku.

Hukuman yang mengancam terpidana yang terkena pasal makar itu sangat berat. Mulai dari hukuman penjara sampai hukuman mati.

Masalahnya, pasal-pasal makar dalam KUHP itu multi tafsir. Dengan kekuasaan, pasal makar bisa ditafsirkan sesuai dengan kepentingan penguasa. Pasal-pasal makar bisa mempermudah penguasa untuk membungkam pihak-pihak yang berseberangan. Bahkan, dalam kondisi tertentu, penggunaan pasal makar secara serampangan hanya akan menimbulkan rasa takut untuk berpendapat di tengah masyarakat.

Itulah sebabnya kita patut mengkritisi kasus yang melibatkan sejumlah tokoh yang ditangkap pada 2 Desember ini. Apakah cukup alasan dan tidak berlebihan menuduhkan pasal makar kepada mereka?

Kita menunggu pihak kepolisian secara transparan membeberkan sangkaan makar terhadap delapan orang tersebut. Dari sana bolehlah kita menakar seberapa masih terjaminkah kebebasan berpendapat di negara kita.

Kita boleh berbeda pendapat dengan siapa pun. Namun kita tidak ingin perbedaan pendapat itu diselesaikan dengan pemberangusan.

Tentu, rakyat menginginkan penegakan hukum dan ketertiban umum, serta suasana politik yang lebih teduh. Namun, lebih dari itu, rakyat pun tidak ingin pasal makar dipergunakan serampangan sehingga mengancam kebebasannya.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/pasal-makar-dan-ancaman-kebebasan-berpendapat

Kontak