Tiga anak muda asal Indonesia itu -Tomi Gunawan, Jang Johana, dan Irfan- ditangkap oleh pemerintah Turki di kota Hatay. Ketiga WNI itu diduga akan menyeberang ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Densus 88 Polri menjemput ketiga di Bandara Soekarno Hatta 24 Desember lalu. Mereka kemudian dibawa ke Markas Korps Brimob.
Tomi, Jang dan Irfan hanyalah sebagian kecil dari total WNI yang dipulangkan oleh pemerintah Turki. Menurut Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, seperti dikutip Tempo, sejak 1 Januari 2015 ada 220 warga negara Indonesia yang dipulangkan oleh pemerintah Turki.
Semua WNI itu diduga hendak menyeberang ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok ISIS. Lalu berapa banyak WNI yang berhasil menyeberang ke Suriah dan kembali lagi ke Indonesia?
Sutiyoso, ketika masih menjabat sebagai Kepala BIN, pada November 2015 pernah menyampaikan bahwa ada lebih dari 100 orang yang pernah bergabung dengan ISIS dan kembali ke Indonesia. Menanggapi angka tersebut, Jenderal Badrodin Haiti yang menjabat sebagai Kapolri saat itu mengatakan bahwa di data kepolisian jumlah WNI yang pernah bergabung dengan ISIS dan kembali ke Indonesia saat itu antara 60 sampai 70 orang saja.
Suhardi Alius, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menyebutkan angka yang lebih besar. Ada 531 WNI penyokong ISIS yang mulai kembali ke Indonesia lewat Suriah. "Mereka itu kan yang termasuk program pemantauan, foreign terrorist fighters (FTF) itu atau gampangnya returnis yang fighter," katanya.
The Soufan Group, kelompok wadah pemikir anti teror, pada 2015 pernah menyatakan bahwa ada 31 ribu orang dari 86 negara yang telah bergabung dengan ISIS untuk berperang di Timur Tengah. Bagian terbesar dari mereka berasal dari Tunisia, yakni sekitar 7 ribu orang.
Prajurit ISIS dari Asia Tenggara, menurut data tersebut, jumlahnya pun tak sedikit. Sekitar 900 orang dari Asia Tenggara bergabung dengan ISIS - termasuk di dalamya berasal dari Indonesia, Filipina dan Malaysia.
Dari 900 prajurit ISIS asal Asia Tenggara itu, lebih dari separuhnya adalah WNI. Menurut The Soufan Group, dalam hitungan resmi, ada sekitar 700 WNI yang bergabung menjadi prajurit ISIS. Itu berarti 2% dari prajurit asing ISIS berasal dari Indonesia. Jelas tidak sedikit.
Ideologi jihad tampaknya memang masih memesona sebagian orang di Indonesia. Ideologi itu pula yang seringkali menjadi dorongan utama WNI berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Pemerintah tampaknya kewalahan untuk benar-benar mencegah WNI berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Perkembangan terakhir menunjukkan ISIS dan kelompok pemberontak semakin terdesak oleh pasukan pemerintah dalam peperangan Suriah. Itu berarti sangat mungkin bakal muncul gelombang kepulangan prajurit ISIS asal Indonesia, seperti yang disinyalir oleh Suhardi Alius tadi.
Kepulangan prajurit ISIS asal Indonesia tersebut tentu akan menjadi masalah bagi kita. Bagaimana pun, mereka yang kembali ke Indonesia bukan lagi sekadar 'orang biasa'. Mereka adalah orang-orang dengan paham radikal yang pernah terlibat dalam peperangan, prajurit perang. Kepulangan mereka berpotensi memperbesar penyebaran paham radikal di Indonesia.
Bagaimanakah prajurit ISIS asal Indonesia yang kembali pulang itu harus diperlakukan?
Tahun lalu, ketika 16 WNI yang diduga hendak bergabung dengan ISIS tertangkap di Turki, Tedjo Edhy Purdijatno yang saat itu menjabat Menko Polhukam mengatakan bahwa pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pencabutan status WNI yang bergabung dengan kelompok radikal, termasuk ISIS.
Wacana pencabutan kewarganegaraan orang-orang yang bergabung dengan ISIS muncul lagi pada awal tahun ini, terutama dikaitkan dengan rencana revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Wacana ini kemudian tak terdengar lagi. Senyap.
Pemerintah tampak ragu-ragu dan tak terlalu transparan mengenai sikap dan penanganan kepulangan prajurit ISIS asal Indonesia tersebut. "Kita perlu perhatikan bagaimana mencari metode yang pas dalam menanganinya," kata Kepala BNPT Suhardi Alius.
Sementara Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, mengatakan: "Tak tepat saya menjelaskan luas ke publik. Berbagai instansi terkait telah fokus mencegah agar tidak sampai merugikan masyarakat."
Demi keamanan, barangkali memang tak semua urusan penanganan masalah prajurit ISIS asal Indonesia diungkapkan kepada publik. Namun masyarakat berhak tahu gambaran yang lebih jelas mengenai hal tersebut. Terutama yang terkait dengan keamanan dalam negeri dan kepastian hukum bagi mereka yang ikut berperang di luar kepentingan negaranya.
Pengalaman atas risiko yang muncul dari keterlibatan WNI dalam perang Afganistan dahulu seharus sudah cukup menjadi pelajaran bagi kita dalam menyikapi WNI yang berperang bukan demi negaranya sendiri.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/ketika-prajurit-isis-asal-indonesia-pulang-kampung