Di bidang transportasi publik, tahun 2016 diakhiri dengan catatan yang menjengkelkan. Sedangkan tahun 2017 dimulai dengan kecelakaan yang menyedihkan.
Pesawat Citilink dengan nomor penerbangan QG800 gagal terbang tepat waktu dari Surabaya ke Jakarta pada 28 Desember 2016. Para penumpang, yang semula sudah duduk untuk bersiap tinggal landas, marah dan menuntut agar pilot pesawat tersebut diganti.
Pasti bukan tanpa alasan. Para penumpang merasa ada yang tidak beres dengan Tekad Purnama, yang menjadi pilot pesawat tersebut.
Saat menyampaikan welcome announcement, Tekad terdengar seperti orang yang sedang meracau. Setidaknya, begitulah yang dirasakan oleh para penumpang. Para penumpang mengira pilot yang punya pengalaman 5 ribu jam terbang itu sedang mabuk, dan karenanya membahayakan penerbangan.
Tuntutan penumpang dipenuhi. Pilot diganti. Penerbangan pun dilangsungkan setelah delay lebih dari 1 jam dari jadwal.
Pihak Citilink dengan sigap merespon isu ini. Tekad Purnama diharuskan menjalani tes urin. Hasilnya, negatif.
Pihak Citilink menduga, Tekad gugup ketika menyampaikan welcome annoucement itu, karena ia datang terlambat. Benarkah?
Publik terlanjur skeptis. Terlebih, ada video yang menunjukkan sosok serupa Tekad yang tampak terhuyung ketika memasuki pintu pemeriksaan bandara. Juga ada video yang memperlihatkan situasi kokpit ketika Tekad menolak untuk diganti.
Video-video itu beredar di media sosial. Berdasar video yang beredar, Menteri Perhubungan Budi Karya menyebutkan bahwa pilot tersebut jelas-jelas mabuk.
Akibat insiden ini, Tekad dipecat. Bukan karena mabuk -yang memang belum terbukti. Melainkan karena ia mengabaikan sejumlah tahapan SOP (Standard Operating Procedure, prosedur operasi standar).
Terlepas dari apakah Tekad benar mabuk atau tidak, insiden itu sangat menjengkelkan dan membuat penumpang ragu terhadap keselamatan penerbangan. Insiden semacam itu seharusnya tidak perlu terjadi jika ada kesungguhan dari semua pihak untuk menaati SOP yang ditata demi keselamatan transportasi.
Demi keselamatan, prosedur sekecil apa pun, harus dilakukan secara standar. Tak ada yang boleh dianggap remeh untuk setiap urusan keselamatan.
Belum lagi reda kejengkelan dan kecemasan kita atas insiden di akhir 2016 itu, hari pertama tahun 2017 ditandai dengan kecelakaan kapal di posisi 1 mil arah barat dari dermaga Muara Angke Jakarta.
Kapal wisata Zahro Express terbakar di tengah perjalanan menuju Pulau Tidung di Kepulauan Seribu. Petugas pemadam kebakaran mendapatkan informasi mengenai kecelakaan itu pada pukul 08:48 WIB.
Menurut sejumlah saksi, api yang berasal mesin kapal membakar bagian belakang dan lalu merambat dengan cepat ke depan. Di kapal itu sebetulnya ada alat pemadam, namun tidak sempat terpakai.
Penumpang panik dengan api yang merambat cepat. Sebagian penumpang menceburkan diri ke laut. Yang lain, terbakar.
Kementerian Perhubungan menyebutkan, 130 orang selamat dalam kecelakaan itu. Sementara 23 orang meninggal dunia. Sisanya, terluka dan belum teridentifikasi.
Jumlah penumpang di kapal itu simpang siur. Kementerian Perhubungan menyebutkan, penumpang kapal itu berjumlah 184 orang. Sedangkan pihak kepolisian menyebutkan, ada 238 penumpang di kapal itu.
Mana pun versi yang benar, kedua angka tadi sama sekali berbeda dengan jumlah penumpang yang tercatat dalam manifes. Manifes menyebutkan hanya ada 100 penumpang di kapal itu.
Hampir di setiap kecelakaan pelayaran, kita selalu menghadapi kenyataan bahwa data jumlah penumpang di manifes selalu berbeda dengan jumlah penumpang sesungguhnya. Untuk sekadar memberi contoh, sebut saja tiga kasus kecelakaan pelayaran yang memperlihatkan betapa abai kita mendata jumlah penumpang secara sungguh-sungguh.
Pada Agustus 2011 terjadi kecelakaan yang menimpa KM Windu Karsa di perairan laut Pulau Lambasina, Kolaka, Sulawesi Tenggara. Kedua, pada Agustus 2013 KM Sandar Jaya mengalami kecelakaan di perairan Tanjung Allang, Kabupaten Maluku Tengah. Ketiga, pada November 2015 KM Wihan Sejahtera, tenggelam di perairan dekat Terminal Teluk Lamong, Surabaya.
Meski pun tampak sederhana, pendataan jumlah penumpang secara akurat di manifes adalah salah satu prosedur yang harus dilakukan. Jika prosedur sederhana saja tidak dilakukan, bagaimana dengan prosedur lain yang lebih rumit?
Penyelidikan atas terbakarnya kapal Zuhro Express masih berlangsung. Kita masih harus menunggu hasilnya 3 bulan lagi. Meski begitu, dari urusan manifes tersebut, kita menyadari ada pihak yang abai terhadap SOP.
Dengan kebiasaan bersikap abai terhadap urusan keselamatan seperti itu, menjadi tampak wajarlah jika publik bersikap skeptis terhadap pernyataan pejabat yang menyebutkan bahwa kapal Zahro Express layak beroperasi. Kelaikan kapal itu diperiksa terakhir pada 27 Desember 2016, dan berlaku sampai Juni 2017.
Kementerian Perhubungan sudah seharusnya lebih serius memastikan seluruh bagian SOP dijalankan dengan penuh ketaatan dan kesungguhan. Kita harus berhenti menjadi bangsa yang seolah-olah tidak pernah belajar dari serangkaian kecelakaan dan kesalahan yang pernah kita alami.
Kita menghargai sikap Menteri Perhubungan Budi Karya yang dengan cepat dan lugas meminta maaf atas kejadian dan kecelakaan yang terjadi di penghujung 2016 dan awal 2017 itu. Namun, permintaan maaf yang sesungguhnya barulah sungguh berjalan jika Kementerian Perhubungan segera berbenah diri dalam mengurus keselamatan transportasi publik.
Khusus terkait transportasi laut, data yang disajikan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memperlihatkan bahwa kecelakaan pelayaran cenderung terus meningkat sejak 2010 sampai November 2016 lalu. Dan kebakaran kapal adalah kecelakaan yang paling sering terjadi hampir di setiap tahun.
Data KNKT itu seharusnya sudah cukup menjadi alasan untuk memberikan perhatian yang serius terhadap keselamatan transportasi pelayaran.
Tekad Presiden Joko Widodo untuk mengajak bangsa ini agar tidak lagi memunggungi laut, seharusnya juga termasuk memastikan keselamatan transportasi publik di laut jauh lebih baik dari sebelumnya. Mari menghadap ke laut dan jangan abai terhadap keselamatan pelayaran.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/jangan-remehkan-keselamatan-transportasi