Dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Dearah) yang akan dilakukan serentak pada 15 Februari 2017 nanti, tidak semua calon akan bertarung merebut simpati pemilih dengan calon yang lain. Dari 101 daerah yang menyelenggarakan Pilkada secara serentak itu, 9 di antaranya hanya mempunyai calon tunggal, tanpa calon lain yang menyainginya.
Daerah kabupaten dan kota yang hanya mempunyai calon tunggal itu antara lain Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Pati provinsi Jawa Tengah, Kota Sorong Provinsi Papua Barat, Kabupaten Tambrauw Provinsi papua Barat, Kota Jayapura Provinsi Papua, Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku, Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat, dan Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung.
Semua calon tunggal tersebut mengandung petahana di dalamnya: ada yang pemimpinnya saja; ada yang wakilnya saja; ada juga calon yang pemimpin dan wakilnya sama-sama petahana. Yang pasti, semua calon tunggal tersebut didukung oleh hampir semua partai besar dan kuat di daerah tersebut.
Meskipun mereka adalah satu-stunya calon di daerahnya masing-masing, tidak berarti calon kepala daerah tersebut bisa langsung memenangkan Pilkada. Proses pemilihan tetap dilangsungkan. Pemilih harus datang ke tempat pemungutan suara untuk menentukan pilihannya seperti lazimnya.
Pada Pilkada tahun 2015 lalu, di daerah yang hanya mempunyai calon tunggal, surat suara menyediakan pilihan setuju dan tidak setuju. Para pemilih pada tahun itu cukup mencoblos teks setuju atau tidak setuju untuk menentukan pilihannya.
Surat suara akan berbeda dalam Pilkada 2017 ini. Di dalam surat suara kali ini ada ada kotak tanda gambar dan satu kotak kosong. Kalau setuju dengan paslon (pasangan calon), pemilih mencoblos kotak tanda gambar. Kalau tidak setuju, pemilih mencoblos kotak kosong.
Jika paslon mendapat suara terbanyak, maka paslon itu dinyatakan sebagai pemenang Pilkada. Namun jika kotak kosong yang memperoleh suara terbanyak -yang artinya masyarakat tak setuju dengan paslon, seperti disampaikan Anggota KPU RI Hadar Nafis Gumay, tahun berikutnya akan dilangsungkan pilkada kembali. Pelaksana tugas akan ditunjuk oleh pemerintah untuk menjalankan roda pemerintahan sampai Pilkada menemukan pemenangnya.
Apakah calon tunggal pasti menang dalam Pilkada? Apapun bisa terjadi. Terlebih jika ada kelompok masyarakat yang secara aktif dan gigih berkampanye untuk memilih kotak kosong ketimbang paslon yang ada, tetap ada pertarungan dalam Pilkada dengan calon tunggal.
Kampanye untuk memenangkan kotak kosong dalam Pilkada 2017 ini tampak sangat sengit di dua daerah. Yaitu Malteng (Maluku Tengah) dan Pati.
Awal Desember 2016 lalu ratusan warga Malteng mendeklarasikan Kodrat (Koalisi Demokrasi Rakyat). Koalisi ini akan berkampanye untuk memenangkan kotak kosong dalam Pilkada Malteng nanti.
Kodrat mendirikan posko di sejumlah kecamatan di Malteng. Para relawannya, menurut Fahri Asyathri inisiator koalisi tersebut seperti dikutip Kompas, sudah melakukan sosialisasi mengenai gerakan untuk memenangkan kotak kosong lewat berbagai media.
Gerakan memenangkan kotak kosong di Malteng itu juga digalang oleh sejumlah tokoh yang sempat mencalonkan diri namun gagal ikut dalam Pilkada. Mereka mengaku sudah menginstruksikan timnya di desa-desa dan kecamatan untuk memenangkan kotak kosong dalam pemilihan nanti.
Di Pati, kampanye memenangkan kotak kosong tak kalah sengit. Aliansi Kawal Demokrasi Pilkada (AKDP) Pati ikut dalam gerakan tersebut. Selain itu, ada juga kelompok yang menyebut dirinya sebagai Relawan Kotak. "Ada 1.000 lebih relawan terstruktur kami siap gerak mengkampanyekan pilih kotak kosong," kata Wakijan, koordinator relawan, seperti dikutip Tempo.
Relawan Kotak di Pati, menurut Wakijan, tersebar di 21 kecamatan dan 406 desa. Jika kita mencari informasi mengenai relawan kotak kosong di Pati, Google juga akan mengarahkan kita sebuah website http://www.relawankotakpati.org.
Di balik gerakan memenangkan kotak kosong itu, ada aspirasi kelompok masyarakat yang tidak terwakili dalam calon kepala daerah yang ikut dalam Pilkada. Lebih dari itu, baik disertai dengan gerakan memenangkan kotak kosong maupun tidak, fenomena calon tunggal dalam Pilkada menyiratkan sejumlah masalah dalam kehidupan politik kita.
Fenomena calon tunggal dalam Pilkada, di satu sisi memperlihatkan bahwa partai-partai politik gagal mengembangkan kader-kadernya untuk menjadi pemimpin. Pada saat yang sama, susah bagi kita untuk menghindar dari kesan bahwa partai-partai politik cenderung bersikap pragmatis dan malas untuk membangun demokrasi dengan menghadirkan alternatif-alternatif pemimpin yang bisa dipilih oleh rakyat dalam Pilkada. Jangan salahkan rakyat jika ada di antara mereka yang mengira banyak urusan yang lebih bersifat transaksional dalam Pilkada dengan calon tunggal.
Benar bahwa lawan kotak kosong belum tentu berarti calon yang buruk. Calon tunggal itu bisa saja memang pasangan pemimpin yang berprestasi, dicintai dan dihormati rakyatnya sehingga para pemimpin partai bersepakat bersama-sama mencalonkannya.
Namun sungguh naif jika kita mau menerima asumsi bahwa cuma ada satu atau sepasang orang yang mempunyai kemampuan memimpin di suatu daerah, dan cuma ada sepasang orang yang dikehendaki menjadi pemimpin oleh seluruh rakyat di daerah tersebut.
Harus ada regulasi yang mengkondisikan agar partai-partai wajib menyodorkan calonnya sendiri. Regulasi yang sama juga harus lebih mempermudah pemimpin-pemimpin nonpartai yang independen untuk ikut terlibat dalam Pilkada.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/perlawanan-kotak-kosong-dalam-pilkada