Menghormati dan menahan diri pada Masa Tenang Pilkada

Ilustrasi oleh Kiagus Aulianshah/Beritagar.id

 

Tinggal beberapa hari lagi, fase kampanye Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di seratus satu daerah akan berakhir. Pilkada serentak tahun ini akan segera memasuki masa tenang.

Masa tenang menandai berakhirnya kampanye, dan berlangsung selama 3 hari sebelum hari pemungutan suara. Masa tenang Pilkada 2017 akan berlangsung dari tanggal 12 sampai 14 Februari.

Pada masa tenang itulah petugas Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan KPU (Komisi Pemilihan Umum) menyiapkan berbagai sarana untuk keperluan pemungutan suara. Termasuk memastikan kesiapan logistik Pemilu.

Bersamaan dengan itu semua alat peraga Pilkada yang terdapat di ruang publik juga dibersihkan. Kampanye memang sudah berakhir pada waktu itu. Masa tenang diharapkan menjadi waktu tanpa kegaduhan ihwal kompetisi Pilkada.

Visi, misi, dan rencana program seluruh paslon (pasangan calon) sudah disampaikan pada masa kampanye. Pada masa tenang itulah pemilih berharap berada dalam suasana yang sungguh nyaman untuk mempertimbangkan secara matang para paslon yang akan dipilihnya pada saat pemungutan suara nanti.

Dalam ungkapan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, "Minggu tenang itu masyarakat pemilih diharapkan bisa mendapatkan kontemplasi untuk memilih yang terbaik. Ini kan memilih pemimpin, pemimpin yang punya kompetensi, punya kualitas. Itu gunanya minggu tenang itu."

Untuk menjaga ketenangan itu, undang-undang Pilkada dengan jelas melarang segala bentuk kampanye pada masa tenang. Siapapun yang melanggar larangan tersebut bisa dikenakan pidana.

Kampanye yang dilarang itu bukan cuma kampanye berbentuk pengumpulan massa. Kampanye di media sosial juga dilarang untuk dilakukan. Cuma saja, seperti diakui oleh anggota KPU Hadar Nafis Gumay, KPU tidak memiliki otoritas menyetop mereka yang melakukan kampanye di media sosial.

Dalam undang-undang Pilkada, kampanye dimengerti sebagai kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program dari paslon yang berkompetisi. Kampanye dilakukan oleh paslon atau tim pemenangannya.

Dengan rumusan seperti itu, undang-undang Pilkada yang berlaku sekarang tampaknya tidak mengantisipasi dinamika Pilkada 2017. Misalnya soal kegiatan yang dilakukan bukan oleh kubu paslon yang terlibat dalam Pilkada. "Kampanye" jenis ini terjadi di beberapa daerah yang hanya mempunyai satu paslon, dan di Ibu Kota Jakarta.

Di beberapa daerah yang hanya mempunyai satu paslon, sekelompok masyarakat membuat gerakan untuk memenangkan kotak kosong. Kotak kosong adalah tanda yang bisa dipilih jika pemilih tidak setuju dengan satu-satunya paslon yang ikut berkompetisi.

Sedangkan di Jakarta ada kelompok masyarakat yang berencana melakukan aksi massa namun mengaku bukan bagian tim pemenangan tiga paslon yang berkompetisi. Kegiatan kelompok ini tidak terkait dengan visi, misi maupun program. Meski demikian, tujuan aksi ini tampaknya bersinggungan dengan salah satu peserta pilkada, yaitu Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama.

Kelompok yang diinisiasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI ini akan melakukan aksi yang disebut Aksi 112, pada 11 Februari 2017. Sebelumnya, mereka juga menggelar aksi massa pada 4 November, dan 2 Desember 2016.

Juru Bicara FPI (Front Pembela Islam) yang rencananya turut terlibat dalam aksi, Slamet Ma'arif, mengatakan bahwa Aksi 112 berupa aksi jalan sehat yang dikemas dalam bentuk pawai, dan akan diikuti 99 organisasi kemasyarakatan. Aksi itu, menurut Slamet, juga mengusung pesan agar umat Islam tidak memilih pemimpin yang non-muslim.

Sedangkan menurut Ketua FPI Jawa Timur, Haidar al-Hamid, tujuan aksi 112 sama dengan unjuk rasa 411 dan 212, yaitu mendesak penegak hukum agar memidanakan calon Gubernur DKI Jakarta inkumben, Ahok. Saat ini Ahok terlilit kasus penodaan agama, dan sedang menjalani proses persidangan.

Muncul keraguan dalam menyikapi aksi tersebut. Apakah termasuk dalam aturan kampanye yang dilarang pada masa tenang, atau tidak? Ada yang menyatakan, aksi tersebut tak seharusnya dilarang karena memberitahukan secara resmi. Namun ada pula yang menilai, ini merupakan upaya memelihara sentimen sektarian, dan bertujuan mempengaruhi pemilihan gubernur DKI Jakarta.

Adapun pihak Polisi memastikan Aksi 112 akan dilarang. Pelarangan itu terkait dengan upaya agar ketertiban umum tidak terganggu. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono, menegaskan, Polda Metro melarang kegiatan turun ke jalan pada 11 Februari.

Apalagi, Polri sudah mencium adanya muatan agenda politik di balik rencana aksi tersebut. Itu jadi salah satu alasan melarang kegiatan aksi massa pada Sabtu tersebut. Polri bahkan menyebutkan, Aksi 112 bisa berlanjut sampai 12 Februari--saat dimulainya masa tenang.

Bahwa masa tenang secara resmi baru berlaku pada 12-14 Februari 2017, memang mengindikasikan bahwa rencana aksi massa tersebut tidak menjadi bagian yang dilarang dalam aturan soal kampanye.

Di sisi lain, pengerahan massa dengan mengusung pesan untuk tidak memilih salah satu paslon saat mendekati masa tenang, sudah barang tentu bisa membuat pemilih menjadi tak nyaman. Pengerahan massa itu akan terasa mengintimidasi para pemilih yang mungkin sedang dalam proses mempertimbangkan pilihannya.

Kita pastilah berharap, semua pihak bisa menahan diri dan menghormati masa tenang Pilkada serentak kali ini. Bagaimanapun, para pemilih sudah mendengarkan pemaparan visi, misi, dan program para paslon. Bahkan, para pemilih juga sudah menerima pesan seruan dari kelompok politik di luar paslon tersebut.

Pada masa tenang nanti, berilah kesempatan kepada para pemilih untuk menimbang dan mengambil keputusan secara jernih dalam memilih kepala daerahnya. Pemilih tidak boleh dikepung situasi terpaksa, tertekan, maupun terintimidasi dalam menentukan pilihannya.

Patut diingat, konstitusi negara kita dengan tegas mengamanatkan pemilihan umum dilangsungkan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Penjelasan Pasal 22E Ayat (1) Amandemen Ketiga UUD 45 tentang Asas Pemilu, menyatakan:

"Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya".

Semua warga negara tentu juga berharap pihak Polri bisa tegas dan tanpa ragu menjaga ketertiban umum selama proses Pilkada ini. Kita ingin polisi juga bisa ikut mencegah tindakan apapun yang bisa melukai pesta demokrasi ini.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/menghormati-dan-menahan-diri-pada-masa-tenang-pilkada

Jaringan

Kontak