Berdemokrasi dengan sikap dewasa

Ilustrasi oleh Kiagus Aulianshah/Beritagar.id

 

Pasar merespon baik Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak pada 2017 yang berjalan tertib. Sehari setelah pemilihan, rupiah bergerak menguat. Dibuka menguat 4 poin atau 0,03 persen ke 13.326 per dolar AS, rupiah selanjutnya menguat 13 poin atau 0,1 persen ke Rp13.317 per dolar AS.

Hampir semua pihak sepakat bahwa Pilkada yang digelar secara serentak di 101 daerah pemilihan itu berjalan lancar dan aman. Setidaknya, kita tidak mendapatkan kabar ancaman keamanan pada hari pemungutan suara kemarin.

Di Jakarta kita juga tidak mendengar kabar peristiwa kekerasan selama pemungutan suara. Padahal selama berminggu-minggu lalu tensi politik di Ibu Kota sangat tinggi. Tidak sedikit orang mengkhawatirkan situasi keamanan selama pemungutan suara.

Meski tergolong aman dan lancar, tidak berarti Pilkada kali ini benar-benar berjalan mulus. Sejumlah pelanggaran dan kekecewaan terjadi di sejumlah daerah.

Di Kabupaten Jayapura, misal, Panitia pengawas (Panwas) Pilkada memproses 4 kasus kecurangan. Salah satunya adalah kasus politik uang dan pembagian blanko surat undangan C-6.

Dugaan politik uang menjelang pemungutan suara juga terjadi dalam Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat. Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) Kalimantan Tengah telah menyerahkan pelakunya ke sentra penegakan hukum terpadu.

Sementara di sebuah TPS (Tempat Pemungutan Suara) di Wirsi, Manokwari Barat, Panwas bahkan mendapati banyak pemilih memilih lebih dari satu kali. Panwas hanya mampu menegur tanpa bisa menghentikannya. Kondisi keamanan saat itu tidak memungkinkan untuk bertindak lebih.

Dugaan pelanggaran juga ditemukan dalam Pilkada Banten. Bawaslu Banten menemukan pembukaan kotak suara di 15 TPS di Teluk Naga, Kabupaten Tangerang yang dilakukan tanpa pleno pengawas pemilihan dan saksi.

Selain pelanggaran-pelanggaran, Pilkada serentak 2017 juga diwarnai oleh kekecewaan warga negara yang tidak bisa memperoleh haknya untuk ikut memilih karena surat suara habis di TPS. Bawaslu juga mengkritik KPU (Komisi Pemilihan Umum) atas tidak terdaftarnya sejumlah pemilih ke dalam Daftar Pemilih Tetap.

Pelanggaran-pelanggaran itu melukai praktik demokrasi. Demokrasi menuntut kerelaan dan kesungguhan semua pihak untuk secara fair memberikan kesempatan kepada pemilih yang berhak untuk memilih tanpa paksaan dan manipulasi.

Para paslon (pasangan calon) dan tim pemenangnya yang terlibat dalam Pilkada seharusnya memahami bahwa hal yang paling penting dalam pesta demokrasi adalah terselenggaranya cara yang fair bagi para pemilih untuk menentukan pilihannya secara bebas. Kemenangan bukanlah tujuan dari pesta demokrasi. Kemenangan dan kekalahan adalah konsekuensi dari terkumpulnya kepercayaan pemilih yang tersalurkan dalam cara yang jujur dan adil.

Selama seluruh mekanisme dan sistem berjalan secara semestinya, semua pihak seharusnya berlapang dada atas apapun hasil pemilihan. Sikap itu harus terjaga sampai fase terakhir proses Pilkada.

Tentang sikap lapang dada itu, kali ini kita harus memberikan apresiasi kepada Agus Harimurti Yudhoyono. Agus, yang bersama Sylviana Murni menjadi paslon nomor urut 1 dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, menunjukkan sikap kesatrianya dalam berdemokrasi.

KPU memang masih melakukan penghitungan suara. Namun sejumlah hitung cepat (quick count) menunjukkan bahwa perolehan suara Agus jauh tertinggal dari dua paslon saingannya.

Tak menunggu terlalu lama, pada malam masih di hari pemungutan suara itu Agus menggelar jumpa pers. Di hadapan media dan para pendukungnya, Agus mengakui kekalahannya dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

"Secara kesatria dan lapang dada, saya menerima kekalahan saya dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta ini," kata Agus dengan nada yang tenang sambil mengucapkan selamat kepada paslon lain dan berharap pasangan gubernur dan wakil gubernur nanti sukses, bersikap bijaksana dan mencintai rakyatnya.

Itu bukanlah ungkapan seorang pecundang. Itu adalah ungkapan seorang petarung yang mengerti makna fairness dan sportivitas dalam menghadapi hasil akhir sebuah kompetisi.

Agus mungkin berusia paling muda di antara paslon lain dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Namun pidatonya malam itu memperlihatkan sikap dewasa dari seorang muda yang baru saja memasuki gelanggang politik. Kita patut mengapresiasinya.

Kita tentu berharap sikap dewasa demikian juga akan diperlihatkan oleh semua warga negara dalam menjalani putaran kedua dan menghadapi hasil akhir Pilkada serentak ini. Dengan sikap dewasa itu, Pilkada akan sungguh terasa sebagai salah satu bentuk perayaan demokrasi penuh suka cita.

Dalam setiap pemilihan, para paslon memang harus sungguh-sungguh meyakinkan para pemilih untuk memberikan keputusan terbaik bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ketika warga negara telah menjatuhkan pilihannya dalam cara yang jujur dan adil, para paslon harus patuh kepada hasil akhirnya. Begitulah demokrasi.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/berdemokrasi-dengan-sikap-dewasa

Kontak