Berharap Pilkada yang lebih rasional

Ilustrasi oleh Kiagus Aulianshah/Beritagar.id

 

Meski belum diumumkan secara resmi, kita sudah bisa melihat hasil Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) DKI Jakarta 2017. Hasil hitung TPS yang dipublikasikan KPU (Komisi Pemilihan Umum) memperlihatkan tidak ada satu pun paslon (pasangan calon) yang meraih lebih dari 50% suara.

Paslon nomor 1 memperoleh 17,06% suara. Paslon nomor 2 memperoleh 42,96% suara. Sedangkan paslon nomor 3 meraih 39.97% suara.

Jika hasil seperti yang nantinya resmi diumumkan dan tidak ada upaya gugatan ke Mahkamah Konstitusi, Pilkada DKI Jakarta 2017 harus melewati putaran kedua. Khusus untuk provinsi DKI Jakarta, paslon ditetapkan menjadi pemenang Pilkada jika mampu meraih lebih dari 50% suara.

Paslon yang tersisa untuk maju ke putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 tinggallah Paslon Ahok-Djarot dan Anies-Sandi. Di penghujung hari pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta putaran pertama lalu, ketika sejumlah lembaga survei telah mengumumkan hasil hitung cepatnya, paslon Agus-Sylvi dengan berbesar hati menerima kekalahannya dalam sebuah konferensi pers.

Jika tak ada gugatan hasil Pilkada putaran pertama, maka tahapan Pilkada putaran kedua akan dimulai pada 4 Maret nanti. Kegiatan sosialisasi dan kampanye dijadwalkan berlangsung mulai 4 Maret sampai 15 April. Pilkada putaran kedua akan memasuki masa tenang mulai 16 April sampai 18 April.

Pemungutan suara akan dilakukan pada 19 April. Mulai 20 April sampai 1 Mei KPU akan melakukan penghitungan suara. Jika tak ada gugatan atas hasil penghitungan suara itu, penetapan pemenang Pilkada DKI akan berlangsung pada 5 atau 6 Mei.

Karena dalam putaran kedua itu ada kegiatan kampanye, paslon petahana Gubernur dan Wakil Gubernur Ahok-Djarot akan diminta cuti. Kementerian Dalam Negeri tampaknya sudah bersiap menunjuk kembali Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur. Namun, penunjukkan Plt Gubernur itu menunggu keputusan KPU atas hasil Pilkada dan jadwal kampanye.

Semula terdengar kabar, kampanye tidak akan dilakukan dan hanya akan ada satu kali debat dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Namun belakangan KPU memastikan bahwa kampanye tetap dilangsungkan dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua itu.

Kampanye dalam Pilkada putaran kedua itu akan berbeda dengan sebelumnya. Kampanye berbentuk rapat umum dan penggunaan alat peraga dilarang. Sedangkan kampanye dalam bentuk kunjungan ke masyarakat, atau biasa disebut blusukan, diperbolehkan. Para paslon diwajibkan hadir dalam debat terbuka yang akan diselenggarakan oleh KPU. Namun, seperti putaran pertama, masing-masing paslon wajib melaporkan dana kampanye.

Karena kompetisi akan sangat ketat di antara dua paslon pada putaran kedua itu, kampanye memang akan dibutuhkan oleh para pemilih. Kampanye yang berorientasi ke penajaman visi, misi, dan program-program paslon akan membantu pemilih dalam menimbang dan memutuskan pilihannya.

Exit poll yang dilakukan SMRC memperlihatkan bahwa program paslon yang meyakinkan menjadi alasan yang menjadi urutan paling atas dalam memilih paslon di Pilkada DKI Jakarta putaran pertama. Pemilih paslon nomor 1 Agus-Sylvi menentukan pilihannya 27,4% dengan alasan program yang meyakinkan. Enam puluh tujuh persen pemilih paslon nomor 2 Ahok - Djarot juga bersandar ke alasan yang sama. Sedangkan pemilih paslon nomor 3 Anies-Sandi yang beralasan yang sama mencapai 39%.

Poll itu menunjukkan bahwa pemilih di Jakarta sangat memperhatikan progarm-program yang diusung oleh para paslon. Kampanye yang berbentuk pemaparan visi, misi, dan program menjadi penting untuk Pilkada putaran kedua itu.

Pada putaran pertama, isu agama sangat kuat mewarnai hingar bingar Pilkada DKI Jakarta. Isu itu menyasar Ahok sebagai salah satu paslon dalam Pilkada, sudah barang tentu. Melihat besarnya gelombang demonstrasi terkait kasus penodaan agama yang disangkakan kepada Ahok itu, tidak sedikit orang mengira bahwa perolehan suara paslon nomor 2 akan jeblok. Nyatanya, tidak. Paslon nomor 2 berada di peringkat teratas hasil penghitungan suara, meski tidak mencapai lebih dari 50%.

Fakta itu memperlihatkan, isu SARA bisa jadi tidak terlalu mengena di Pilkada DKI Jakarta. Pemilih di Pilkada DKI Jakarta tampak lebih bersandar kepada pertimbangan rasional ketimbang primordial.

Warga negara tentu bebas memilih paslon mana pun dengan pertimbangannya masing-masing. Tidak ada larangan untuk memilih salah satu paslon dalam Pilkada mana pun berdasarkan pertimbangan primordial. Namun kita tahu, persoalan-persoalan dan tantangan-tantangan pengembangan wilayah beserta masyarakatnya, yang sedang dihadapi daerah-daerah, lebih membutuhkan pendekatan yang rasional ketimbang primordial.

Itu sebabnya kita sangat berharap, dalam putaran kedua Pilkada DKI Jakarta nanti baik paslon maupun pemilih lebih menggunakan pendekatan yang rasional. Para paslon diharapkan bisa menunjukkan secara lebih jelas program-program unggulan mereka sebagai calon kepala daerah. Para pemilih juga diharapkan lebih jeli dan kritis dalam mencermati program-program yang ditawarkan para paslon.

Bagaimana pun masa depan wilayah dan penduduknya sangat ditentukan oleh visi, misi, dan program-program yang tepat, masuk akal, dan visioner. Identitas primordial bukanlah hal yang utama untuk dipertimbangkan.

Kesuksesan putaran kedua Pilkada DKI Jakarta itu juga ditentukan oleh kesiapan KPU untuk menyiapkannya. Sejumlah masalah yang muncul pada putaran pertama yang lalu seharusnya sudah diantisipasi, dan boleh terulang kembali. Terutama terkait dengan logistik dan Daftar Pemilih Tetap.

Tak ada yang mengatakan bahwa hal itu merupakan kerja yang ringan. Namun tak ada jalan untuk mundur. Pilkada yang demokratis harus berlangsung sukses: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Siapa pun yang terpilih, adalah yang terbaik untuk memimpin DKI Jakarta untuk 5 tahun mendatang.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/berharap-pilkada-yang-lebih-rasional

Kontak