Belanjakan anggaran pendidikan secara efektif

Ilustrasi oleh Kiagus Aulianshah/Beritagar.id

 

Ketika pertengahan tahun lalu muncul wacana penghematan yang akan berimbas kepada pemotongan anggaran, sejumlah pihak khawatir pemerintah akan memotong banyak anggaran pendidikan. Kalangan DPR saat itu mengingatkan pemerintah, jika anggaran pendidikan harus dipotong, jangan sampai mengganggu prioritas program pendidikan.

Bahkan sejumlah pihak khawatir pada 2017 pemerintah akan melanggar konstitusi yang mengamanatkan anggaran pendidikan harus setara dengan 20 persen total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Nyatanya, anggaran pendidikan 2017 bernilai 416,1 triliun rupiah. Memang lebih rendah ketimbang anggaran pendidikan pada 2016 yang mencapai 419,2 triliun. Namun anggaran pendidikan pada 2017 tetaplah 20 persen dari total APBN.

Nilai anggaran pendidikan pada 2016 adalah nilai anggaran pendidikan paling tinggi dalam sepuluh tahun terakhir; turun sedikit pada tahun 2017. Anggaran pendidikan bahkan, dalam 7 tahun terakhir, lebih besar ketimbang anggaran kesehatan, infrastruktur, dan subsidi energi.

Pada era Presiden Joko Widodo, pemerintah tampak berkomitmen untuk merelokasi secara signifikan belanja subsidi energi ke belanja yang bersifat prioritas dan mandatory, yaitu infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Menjumpai fakta seperti itu, pertanyaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang disampaikan dalam seminar di DPR Senin (20/2/2017) lalu terdengar relevan.

"Belanja pendidikan dulu Rp200 triliun. Sekarang Rp400 triliun. Pertanyaannya adalah apakah dengan belanja yang naik dua kali lipat, kualitas pendidikan naik dua kali lipat?" Tanya Sri Mulyani seperti dikutip Kompas.

Tiga hari kemudian, pertanyaan serupa kembali dilontarkan oleh Sri Mulyani dalam acara peluncuran laporan ketimpangan oleh Oxfam dan International NGO Forum on Indonesia Development (lNFlD). Sambil membandingkan anggaran pendidikan pada 2006 yang hanya 175 triliun rupiah dengan anggaran pendidikan saat ini yang mencapai 400 triliun rupiah, Sri Mulyani mempertanyakan peningkatan kualitas pendidikan kita saat ini, "Are you enjoying the same quality? Kita tetap melihat bangunan sekolah yang tidak ada atapnya atau anak-anak sekolah yang belum layak."

Sebetulnya ungkapan tersebut bukanlah pertama kali disampaikan Sri Mulyani pada tahun ini. Ketika masih menjabat Managing Director and Chief Operating Officer Bank Dunia, dalam sebuah kuliah umum di fakultas Hukum Universitas Indonesia pertengahan tahun lalu, Sri Mulyani mempertanyakan hal yang sama.

Perlu dipahami, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bukanlah satu-satunya pihak yang menyerap anggaran pendidikan. Anggaran pendidikan tidak hanya dikucurkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pada 2016, dari total anggaran pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerima 11,7 persen. Sedangkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menerima 9,4 persen. Kementerian Agama mendapatkan 11,2 persen. Kementerian dan lembaga negara lainnya menerima 2,6 persen.

Pada tahun yang sama 63,9 persen anggaran pendidikan ditransfer ke daerah dan dana desa. Sisanya, sekitar 1,2 persen dikucurkan untuk pembiayaan dana pengembangan pendidikan nasional.

Pertanyaan Sri Mulyani tadi mengingatkan kita bahwa selama ini mata kita lebih terarah kepada besarnya nilai anggaran pendidikan -yang harus setara dengan 20 persen dari APBN itu. Dan lebih mengukur keberhasilan dari kemampuan menyerap atau menghabiskan anggaran pendidikan di pos-pos tersebut di atas.

Besar dan serapan anggaran sama sekali tidak menjamin peningkatan kualitas dan pemerataan akses pendidikan. Yang tak kalah penting ketimbang besar dan serapan anggaran, adalah efektivitas penggunaan uang itu sendiri menuju tujuan dan arah pendidikan nasional kita.

Ini akan menggiring kita kepada pertanyaan, kemanakah arah pendidikan nasional kita? Selama ini kita lebih sering membahas pendidikan secara parsial. Kita, pada momen tertentu, berisik tentang perlu atau tidaknya ujian nasional. Pada kesempatan lain, kita riuh dengan persoalan pendidikan budi pekerti. Di lain kesempatan, kita meratapi minimnya dan ketimpangan pendidikan di daerah-daerah. Pada momen lain, kita berdebat tentang pendidikan vokasi atau kualitas pengajar.

Kembali, kemanakah arah pendidikan nasional kita? Dan, apa strategi untuk menuju arah tersebut? Pertanyaan lebih mendasar lagi, sebagai sebuah bangsa, apakah kita sudah merumuskan arah dan strategi pendidikan nasional?

Setrategi dan arah pendidikan yang benar, setidaknya akan bisa menjawab berbagai persoalan yang kerap terjadi. Bila mau diurut, maraknya soal ujaran kebencian, pendidikan menjadi salah satu pangkal soal. Begitu pula rendahnya mutu angkatan kerja, sampai ketimpangan kesejahteraan.

Seharusnya setiap sen anggaran itu dibelanjakan untuk menjalankan strategi agar tujuan pendidikan nasional tercapai. Dengan arah dan strategi pendidikan yang jelas, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk membelanjakan anggaran pendidikan secara tidak efektif.

Benar bahwa pendidikan bukanlah kegiatan yang memperlihatkan hasilnya secara instan. Benar, pendidikan akan memakan waktu untuk mencapai tujuannya. Meski begitu, bukankah setiap proses semestinya dapat diukur kemajuannya? Begitu juga dengan pendidikan.

Tahun lalu pemerintah menunda pengucuran tunjangan profesi guru. Penundaan itu terkait dengan temuan bahwa dari Rp69,7 triliun dana anggara tunjangan profesi guru, Rp23,3 triliun diantaranya adalah dana yang berlebih.

Di satu sisi, hal itu menunjukkan ketidakcermatan pemerintah -dan juga DPR- dalam menyusun rencana. Di sisi lain, tidaklah salah jika muncul anggapan bahwa pemerintah seolah tak punya ide untuk mengelola anggaran pendidikan yang besar sehingga tidak cermat menggunakan data dan berbuntut pada perencanaan yang keliru.

Para pembayar pajak tentu tidak berharap hal semacam itu terulang kembali. Pertanyaan Sri Mulyani tentang efektivitas anggaran pendidikan, sebetulnya lebih tepat ditujukan ke koleganya di pemerintahan. Warga negara, para pembayar pajak, menginginkan uang pajaknya dipergunakan oleh pemerintah secara lebih cermat dan efektif.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/belanjakan-anggaran-pendidikan-secara-efektif

Kontak