Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta sudah memasuki putaran kedua. Meski tidak terdengar lagi rencana aksi untuk menolak salah satu calon yang dikaitkan dengan kasus dugaan penistaan agama, tapi itu tidak berarti situasi lebih dingin. Penolakan untuk menshalatkan jenazah yang dianggap mendukung Ahok dalam Pilkada di beberapa mushala di Jakarta membuat suhu politik Jakarta tidak segera mendingin.
Yang terbaru, merapatnya paslon Anies - Sandiaga ke kubu politik keluarga mantan Presiden Soeharto menjadi sorotan banyak pihak.
Mulanya adalah undangan makan malam keluarga dari Prabowo Subianto -Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra pada Rabu 22 Februari 2017. Dalam acara makan malam, selain Anies dan Sandiaga beserta istri, hadir pula Titiek Soeharto dan Didit Hediprasetyo. Semestinya hal itu merupakan sesuatu yang jamak saja: Titiek pernah menikah dengan Prabowo, dan Didit adalah putra Titiek dan Prabowo.
Makan malam itu menjadi terasa istimewa karena masyarakat tahu bahwa Titiek adalah salah satu keluarga Presiden Soeharto yang saat ini aktif di dunia politik, selain Tommy Soeharto. Juga menjadi terasa istimewa karena kita tahu bahwa Titiek saat ini berkiprah di Partai Golkar, yang tidak mendukung Anies-Sandiaga dalam Pilkada Jakarta 2017 ini.
Semua yang hadir pada acara makan malam itu mengaku tidak ada pembicaraan khusus mengenai politik, meski tak terhindarkan untuk membicarakan Pilkada Jakarta. Bahkan Titiek memberikan sinyal dukungannya saat berfoto bersama Anies dan Sandiaga dengan pose 3 jari.
Cobalah simak pula penyataan putri Presiden Soeharto, yang bernama lengkap Siti Hediati Hariyadi itu, sehari setelah makan malam saat ditanya wartawan tentang dukungannya kepada pasangan Ahok-Djarot.
"Kalau menurut partai kan, ya, mendukung, ya. Sudah tahu, ya? Kalau saya, ya, apa ya? Saya lebih takut sama Tuhan daripada sama partai. Jadi kamu tulis saja itu," kata Titiek seperti dikutip Detikcom. Jelas, pernyataan itu mengungkapkan dukungan Titiek kepada Anies-Sandiaga.
Dua hari setelah makan malam itu, seperti dikutip Kompas, Anies mempertegasnya, "Kami bersyukur. Saya tahu, Mbak Titiek mengambil sikap mendukung kami, dan kami apresiasi sekali."
Upaya merapatnya Anies ke kubu politik keluarga Soeharto -atau biasa disebut keluarga Cendana- jelas tidak bertepuk sebelah tangan. Itu sangat terlihat dari sambutan hadirin dalam acara Haul Soeharto di Mesjid At Tin Jakarta 11 Maret lalu.
Melihat gelagat ini, sejumlah pengamat memandang bahwa Anies memberi jalan bagi kubu politik keluarga Soeharto untuk kembali ke pentas politik yang lebih diperhitungkan. Selama ini kubu politik keluarga Soeharto berada di level yang tidak terlalu menonjol di pentas politik -yang diwakilkan dengan kehadiran Titiek Soeharto dan Tommy Soeharto di partai-partai politik.
Dengan menempel di Pilkada Jakarta, profil kubu politik keluarga Soeharto menjadi naik lebih tinggi. Perhatian dan kepentingan banyak kalangan yang luas di dalamnya membuat Pilkada Jakarta 2017 menjadi momentum politik nasional; sama sekali bukan peristiwa politik provinsi. Siapa pun yang menempel pada momentum tersebut, ekspose politiknya akan semakin besar.
Di dalam demokrasi, tentu saja pilihan Anies-Sandiaga untuk merapat ke kubu politik keluarga Soeharto adalah pilihan yang sah. Begitu juga dengan niat kubu politik keluarga Soeharto untuk mendukung Anies-Sandiaga adalah tindakan yang sah pula. Seperti sahnya pasangan calon lainnya dalam Pilkada serentak 2017 untuk mengkonsolidasi diri dengan kelompok-kelompok politik pilihannya.
Cuma saja perkembangan politik di Pilkada Jakarta terakhir ini memperjelas gelagat bahwa para elit politik nasional sedang bertarung dalam momen politik tersebut. Kubu politik keluarga Soeharto adalah pihak yang tampak belakangan masuk ke gelanggang pertarungan. Sebelumnya, kita sudah menyaksikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Prabowo Subianto, dan Megawati Soekarnoputri sudah berada di tengah gelanggang.
Kita masih ingat, ketika sejumlah pimpinan partai politik menggelar pertemuan membahas Pilgub DKI 2017 di kediaman SBY 21 September tahun lalu, Ketua Umum Partai Demokrat itu sempat berseloroh, "Ini Pilgub DKI serasa Pilpres ya."
Tampaknya seloroh itu bukan candaan, melainkan ungkapan betapa Pilkada Jakarta adalah momentum politik nasional yang di dalamnya para elit berkepentingan. Pada putaran pertama Pilkada Jakarta, SBY sempat turun langsung dalam kampanye untuk putranya Agus Harimurti Yudhoyono -putra-nya- yang berpasangan dengan Sylviana Murni sebagai salah satu paslon.
Pada kesempatan yang berbeda, Prabowo menyatakan kemenangan paslon Anies-Sandiaga yang didukungnya itu akan memengaruhi ajang pemilihan presiden 2019. Itu mencerminkan pandangan bahwa Pilkada Jakarta tidak bisa dilepaskan dari momen politik yang lebih besar.
"Saudara-saudara, kalau kalian ingin saya jadi presiden di 2019, kalian harus memenangkan Anies-Sandi menjadi gubernur dan wakil gubernur," kata Prabowo dalam orasinya di Lapangan Banteng Minggu (5/2) lalu seperti dikutip CNN Indonesia.
Di sisi lain, lihatlah bagaimana Megawati mengantar langsung paslon Ahok-Djarot mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur Jakarta ke Komisi Pemilihan Umum Daerah. Pemandangan itu menyiratkan pesan bahwa seorang ketua umum partai pemenang Pemilu 2014 tidak lepas tangan dalam Pilkada Jakarta 2017.
Di tengah pertarungan elit politik nasional itu, tinggallah para warga negara yang akan menjadi pemilih pada pemungutan suara nanti. Lewat tangan para pemilih itulah kemenangan para paslon ditentukan.
Kita tentu berharap, dengan kebebasan yang dimilikinya, para pemilih menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan yang masuk akal. Dalam menentukan pilihannya, seseorang bisa menyandarkan diri kepada sentimen-sentimen primordial, atau kepada arahan elit politik yang diikutinya, atau bahkan bersikap masa bodoh. Memang bisa.
Namun secara etika politik, pemilih seharusnya memosisikan diri menjadi pemilih yang rasional dalam memilih orang-orang yang akan memimpin daerahnya. Catatan sejarah politik, dasar ideologi politik, integritas diri, visi dan rencana program kerja paslonlah yang sebaiknya sungguh diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pemilih dalam menentukan pilihannya.
Kita tentu tidak menginginkan demokrasi dan perjalanan kehidupan bernegara melangkah mundur. Hanya kemajuan lah yang bisa menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/bersikap-rasional-di-tengah-pertarungan-elit-politik