Presiden Joko Widodo memang sudah menyatakan bahwa keterbukaan informasi data perbankan akan segera diwujudkan dalam waktu dekat di negeri kita. Pada acara Farewell Amnesty Pajak akhir Februari lalu, Presiden mengatakan, "Saya akan keluarkan Perppu yang isinya kurang lebih mengenai keterbukaan informasi, dan berjalan efektif Juni 2018."
Tekad pemerintah untuk menyediakan payung hukum bagi keterbukaan informasi data perbankan itu sangat jelas terkait dengan dua hal. Pertama, kita telah ikut serta dalam kesepakatan Automatic Exchange of Information (AEoI) di antara negara anggota G-20. Kedua, pemerintah sedang menggenjot penerimaan dari sektor pajak.
AEoI adalah kerja sama internasional di bidang pertukaran informasi untuk tujuan perpajakan. Tujuannya, mencegah para wajib pajak mengelak dari kewajibannya, dengan cara memindahkan uangnya ke yuridiksi yang menerapkan tarif pajak yang rendah. Sebagai sebuah kerja sama internasional, AEoI bisa membuat kualitas kerja sama antara negara jauh menjadi lebih baik karena tindakan sepihak dari suatu negara demi semata kepentingan perpajakannya sendiri dapat dihindarkan.
Kebijakan global yang diikuti oleh 101 negara itu akan mempersempit kemungkinan seseorang menghindari kewajiban pajak di suatu negara. Dengan kerja sama tersebut, jika seseorang mencoba menghindari pajak dengan menaruh uangnya di luar negeri, maka ia menjadi pihak yang data perbankannya akan disorot.
Gampangnya, seseorang yang membuka akun bank di negara lain akan otomatis diketahui oleh pihak yang berwenang di negaranya.
Pertukaran data perbankan seperti itu tentu diperlukan oleh pemerintah yang sedang menggali lebih banyak penerimaan dari sektor pajak. Pertukaran informasi itu akan sangat membantu petugas pajak untuk menekan kecurangan perpajakan. Dengan begitu, diharapkan, penerimaan pajak pun akan meningkat.
Keterbukaan informasi data perbankan itu tentu bukan hanya melulu untuk meladeni pertukaran informasi perpajakan di antara negara-negara yang mengikuti kebijakan global yang akan diterapkan tahun depan itu. Di dalam negeri, keterbukaan informasi itu diharapkan dapat memacu kepatuhan para wajib pajak.
Kebijakan pengampunan pajak yang baru saja berakhir sangat terasa sebagai pengkondisian ke arah keterbukaan informasi data para wajib pajak. Lewat kebijakan itu, para wajib pajak secara sukarela lebih bersikap membuka diri dalam kaitannya dengan perpajakan.
Pemerintah memang tidak mempunyai keleluasaan untuk membuka data perbankan para wajib pajak. Sejumlah undang-undang perbankan membatasi akses ke data tersebut atas nama kerahasiaan bank.
Itu sebabnya, untuk menerapkan keterbukaan informasi perbankan dan perpajakan, sejumlah undang-undang yang masih menjamin kerahasiaan bank perlu direvisi. Yaitu UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Pasar Modal, UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Tentu butuh waktu untuk merevisi sebegitu banyak undang-undang tersebut. Padahal AEoI harus berjalan tahun depan.
Itu sebabnya Presiden Joko Widodo berniat mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang) terkait keterbukaan data perbankan. Selasa (11/4) lalu Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memastikan bahwa draf Perppu itu telah selesai dan siap diserahkan kepada Presiden.
Kita bisa memahami manfaat keterbukaan informasi data perbankan. Hal itu bisa membangun kerja sama yang lebih setara antar negara dalam kaitannya dengan perpajakan. Tak ada negara lain yang menyediakan tempat bagi orang untuk bersembunyi dari kewajiban membayar pajak di negerinya.
Pada saat yang sama, keterbukaan itu juga bisa membangun rasa adil di antara wajib pajak. Mempersempit ruang untuk menyembunyikan kewajiban pajak adalah tindakan menuju perlakuan yang sama terhadap semua wajib pajak.
Meski begitu, jangan sampai semangat keterbukaan tersebut menjadi kontraproduktif. Kita tidak ingin keterbukaan itu menjadi ancaman bagi investasi. Pada saat yang sama, kita juga tidak ingin keterbukaan itu mengancam privasi kita.
Kita berharap Perppu itu memuat secara jelas aturan main akses terhadap data perbankan para wajib pajak itu. Aturan main itu harus mencakup rumusan yang benderang mengenai syarat dan ketentuan membuka informasi data perbankan. Siapakah yang berwenang meminta informasi data perbankan? Apa saja syarat dan ketentuan permintaan untuk membuka informasi data perbankan? Siapakah yang boleh membuka dan memberikan data perbankan?
Tanpa aturan main yang jelas dan penerapannya yang ketat, keterbukaan itu hanya akan menjadi serangan yang membahayakan privasi warga negara dan mencederai rasa keadilan.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/berharap-keadilan-dalam-keterbukaan-informasi-data-perbankan