Menolak takluk oleh teror

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

 

Rabu (24/5) malam kemarin mungkin sebagian besar mereka yang bekerja di Jakarta belum menyelesaikan makan malamnya ketika kabar ledakan di wilayah Kampung Melayu secara berantai sampai ke gadget-nya.

Belum sempat berspkeluasi tentang apa yang sedang terjadi di Jakarta malam itu, gadget kita berdentang-dentang menerima kiriman foto dan video korban ledakan. Kiriman-kiriman itu menyuguhkan pemandangan yang mengerikan,

Sebelum polisi mengkonfirmasi ledakan tersebut merupakan ulah para teroris, kebanyakan dari kita sudah terlebih dahulu terintimidasi oleh foto dan video yang mengerikan itu. Kita mungkin tidak terbunuh atau terluka oleh ledakan itu, namun teror sampai persis ke hadapan kita lewat gadget yang kita pegang. Kita hidup di zaman teror.

Ledakan yang terjadi di dua titik menewaskan 5 orang. Tiga di antaranya adalah polisi. Enam polisi juga terluka di antara 11 korban luka lainnya.

Polisi menduga, pelaku yang meledakkan bom tersebut berasal dari jaringan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria)yang selama ini melakukan aksi teror di Indonesia. Lebih spesifik, polisi menyebutkan, teroris yang meledakkan bom di Kampung Melayu itu terkait dengan jaringan Jamaah Anshar Daulah (JAD), yang memang dikenal berafiliasi dengan ISIS.

Awal tahun 2016 lalu, kelompok JAD melakukan serangan di Jakarta. Peristiwa itu merupakan serangan pertama ISIS di Asia Tenggara.

Teror bom di Kampung Melayu Jakarta itu hanya berselang satu hari setelah sayap ISIS di Filipina melakukan serangan di wilayah Marawi. Pertempuran antara militan ISI dengan tentara pemerintah Filipina itu menewaskan 21 orang dari kedua belah pihak. Pertempuran sampai sekarang masih berlangsung.

Sehari sebelum serangan ISIS di Marawi Fipilina itu, serangan teror juga mengguncang konser Ariana Grande di Manchester, Inggris. Serangan bom yang terjadi Senin (22/5) tersebut menewaskan 22 orang dan melukai 59 orang. ISIS mengklaim, pihaknya bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Serangan berturut-turut tersebut sangat terasa sebagai serangan global ISIS. Sejak semakin terdesak di Suriah, para pendukung dan kelompok yang berafiliasi dengan ISIS lebih aktif berkegiatan di negaranya masing-masing.

Negara kita tentulah merasakan dampaknya. Bagaimana pun Indonesia adalah salah satu negara asal para petempur ISIS itu direkrut.

Ancaman terorisme di negeri kita bukanlah isapan jempol. Selain serangan yang berlangsung di kawasan Thamrin Jakarta awal tahun 2016, tahun lalu pun kita dikejutkan oleh perempuan yang telah bersiap menjadi pembom bunuh diri. Beruntung, perempuan itu berhasil ditangkap petugas sebelum melaksanakan tugasnya.

Penangkapan terduga teroris juga terjadi pada April lalu di Lamongan. Di tempat yang berbeda, terjadi baku tembak antara terduga teroris dengan Densus 88 bersama sejumlah tentara. Enam orang terduga teroris itu tewas dalam baku tembak tersebut. Sedangkan satu orang ditangkap hidup-hidup.

Teror yang berasal dari kelompok-kelompok radikal yang memakai jalan kekerasan barulah satu jenis teror yang kita hadapi pada hari-hari ini. Ada bentuk-bentuk intimidasi lain yang juga meneror .

Intimidasi dari para kriminal adalah bentuk teror lain yang juga menghantui masyarakat kita. Teror kejahatan yang belakangan sangat dirasakan oleh masyarakat berasal dari geng motor. Mereka tidak memerlukan alasan yang kuat untuk melukai orang yang ditemuinya.

Bahkan terkesan bahwa geng motor tahu cara efektif menyebar teror ke masyarakat: merekam tindakan kejahatan mereka sendiri lalu menyebarkannya di media sosial. Kita mungkin belum pernah berpapasan dengan gerombolan jahat itu, namun intimidasinya terasa lewat gambaran yang sampai di gadget kita.

Harus diakui, kita memang sedang hidup di zaman teror. Namun itu seharusnya tidak membuat kita menjadi terpuruk.

Sebaliknya, dengan menyadari hal tersebut, kita menjadi sangat waspada. Kita harus menjadi lebih siap menghadapi upaya menyebarkan rasa takut lewat media apa pun. Kita mesti bersikap untuk tidak ikut-ikutan menyebarkan gambar-gambar mengerikan yang bisa menularkan rasa takut.

Kita bisa melawan teror dengan sikap waspada dan ketegaran. Pasti hal itu tidaklah cukup. Namun hal tersebut bisa menyampaikan pesan bahwa intimidasi para teroris itu tidak berhasil menaklukkan kita.

Antisipasi dan respon terhadap terorisme memang melibatkan banyak sektor dan dimensi. Sudah barang tentu tidaklah sederhana.

Kita memang tidak bisa semberono mengeluh terus menerus dengan menyebut bahwa pihak intelejen lamban mengantisipasi gerakan para teroris. Kita bisa memaklumi tugas intelejen sangatlah kompleks, namun -sembagai warga negara- kita jelas menginginkan intelejen yang lebih cerdik dan gesit mengantisipasi terorisme.

Pada situasi yang lain kita juga berharap pendekatan represi terhadap kaum kriminal dan kaum radikal yang mengambil jalan kekerasan bisa dilakukan secara terukur dan adil.

Upaya-upaya deradikalisasi juga tak kalah penting. Evaluasi terhadap upaya-upaya deradikalisasi yang selama ini sudah berlangsung perlu dilakukan untuk memastikan bahwa peluang regenerasi di antara kaum radikal yang mengambil jalan kekerasan itu berhasil ditekan terus menerus.

Kita memang harus waspada dan menolak untuk ditaklukkan oleh intimidasi di zaman teror ini. Pada saat yang sama kita juga ingin zaman teror ini segera berakhir.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/menolak-takluk-oleh-teror

Kontak