Meringkus para penghasut dan penyebar kebohongan

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

 

Internet memungkinkan orang per orang untuk mengakses dunia luar dan terhubung dengan pihak lain. Pada saat yang sama Internet memampukan orang per orang untuk secara mudah mengakses dan menciptakan media. Kombinasi dari kedua hal tersebut menghasilkan kekuatan media sosial yang sekarang kita kenal.

Lewat kekuatan media sosial itulah Internet pelan-pelan menggerogoti pemusatan kekuasaan. Kekuasaan terdistribusikan bukan cuma kepada 4 pilar demokrasi: eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers. Kekuasaan terdistribusikan ke orang per orang. Bahkan tidak begitu. Lebih tepat, kekuasaan terdistribusikan ke akun per akun media sosial.

Dengan cara itu, Internet menjadi bahaya laten bagi demokrasi perwakilan. Demokrasi menjadi urusan orang per orang, akun per akun media sosial.

Benar bahwa para pengakses Internet tidak bisa membuat keputusan-keputusan politik di ranah eksekutif dan legislatif; juga tidak bisa menentukan keputusan pengadilan, atau menuliskan headline pers. Namun pelan-pelan kita menyaksikan segala percekcokan dan kegaduhan politik, opini publik, dan berbagai dinamika di media sosial mengambil peran penting dalam mendorong pengambilan keputusan pada keempat pilar demokrasi itu.

Media sosial mengamplifikasi persepsi berlipat-lipat kali lebih besar ketimbang media tradisional sebelumnya. Di media tradisional, kita hanya menengok informasi satu atau empat kali saja. Di media sosial, kita secara real time terpapar informasi yang sedang hangat dibicarakan hampir sepanjang hari secara berlipat-lipat dari jaringan sosial kita. Bahkan untuk informasi yang serupa.

Wajarlah jika kemudian amplifikasi persepsi jauh lebih besar lewat media sosial. Dan kita tahu, politik lebih berurusan dengan persepsi ketimbang kebenaran sehingga situasi di media sosial memengaruhi situasi politik; begitu juga sebaliknya.

Dalam perspektif itu, konten Internet mempunyai peran sangat penting. Kerja politik dimulai dari strategi pengembangan konten, yang akan menentukan keberhasilan pengembangan dan pembentukan persepsi.

Itulah sebabnya, dalam konteks kehidupan sosial dan bernegara, perlu hukum yang memastikan konten-konten tersebut fair dan benar. Konten yang berupa kabar bohong (hoax) dan hasutan penuh kebencian tidak bisa kita terima. Kabar bohong dan hasutan yang mengobarkan kebencian hanya akan membangun persepsi yang salah dan berbahaya sehingga berpotensi mendorong keputusan yang salah dan berbahaya pula secara individual maupun secara politik kolektif.

Kita telah memiliki hukum yang mengatur hal seperti itu. Tinggal kemudian aparat hukum menegakkannya.

Terkait dengan penegakan hukum itu, minggu terakhir bulan Mei polisi telah menangkap sejumlah orang yang diduga menyebarkan konten di Internet yang berisikan kabar bohong dan ujaran kebencian.

Di Jakarta, polisi menangkap anak muda berusia 24 tahun berinisial HP. Ia adalah salah satu admin akun muslim_cyber1, yang oleh polisi disebut rutin mem-posting gambar dan kalimat yang bisa menebar kebencian bernuansa SARA. Salah satu konten yang dikaitkan dengan tuduhan itu adalah chat palsu yang seolah-olah menggambarkan adanya percakapan Kapolri terkait kasus pornografi Rizieq Sihab.

Atas perbuatannya itu, HP akan dikenakan pasal mengenai kabar bohong Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Undang-undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis terkait membuat dan menyebarkan konten kebencian terhadap etnis atau ras tertentu.

Di Sumatera Barat, polisi menangkap Ahmad Rifai. Lelaki berumur 37 tahun itu adalah seorang penulis lepas di media lokal. Ia ditangkap terkait dengan konten yang dibuatnya di Facebook.

Saat bom bunuh diri meledak di Kampung Melayu Jakarta bulan Mei lalu, Ahmad Rifai menulis di akun Facebooknya bahwa bom tersebut adalah rekayasa polisi untuk menyudutkan Islam. Padahal sangat jelas bom bunuh diri tersebut banyak memakan korban, termasuk 3 orang polisi meninggal dalam peristiwa tersebut.

Selain itu, masih di Facebook, ia pernah juga mengunggah tulisan "Di samping Impor PSK, narkoba, imigran gelap, Cina juga impor ideologi komunis." Pernah juga ia mengunggah foto Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan disertai dengan kalimat "ini menteri apa jubirnya cukong?" Pada kesempatan lain Ahmad Rifai juga mem-posting foto geng motor yang ditangkap oleh FPI disertai dengan tulisan "Tugas Polri sudah diambil alih FPI, #karena polri lagi sibuk buat drama rekayasa ulama!"

Ahmad Rifai menyatakan penyesalan atas perbuatannya dan meminta maaf kepada Kapolri. Namun pihak kepolisian memastikan kasus tersebut tetap diproses secara hukum.

Sama seperti HP, Ahmad Rifai HP dikenakan pasal mengenai kabar bohong Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Undang-undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis terkait membuat dan menyebarkan konten kebencian terhadap etnis atau ras tertentu. Juga, ditambah, dengan pasal 156, 157 ayat 1, 207 dan 208 KUHP.

Di Jakarta Senin (29/5) lalu untuk pertama kalinya Alfian tanjung diperiksa sebagai saksi terlapor dalam kasus ujaran kebencian. Pada Selasa dini hari (30/5) status Alfian, yang dikenal sebagai penceramah yang sering mengangkat topik kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI), meningkat menjadi tersangka.

Ia mencuri perhatian publik ketika rekaman ceramahnya di Masjid Jami Said, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Oktober 2016, beredar di media sosial. Pada rekaman itu, Alfian melontarkan tudingan bahwa Istana menjadi sarang PKI sambil menyebut nama Teten Masduki, Nezar Patria, Budiman Sujatmiko, Raharjo Waluyo Jati.

Secara terpisah Teten dan Nezar mensomasi Alfian atas tudingan itu. Pada 8 Maret 2017, Alfian mengakui kekeliruan tudingannya. Namun Alfian bersikukuh dengan tudingannya terhadap Teten.

Bersamaan dengan penerapan status tersangka, Alfian ditahan oleh polisi.

Sudah barang tentu HP, Ahmad Rifai dan Alfian Tanjung harus diperlakukan dalam asas praduga tak bersalah. Kita berharap proses hukum berlanjut agar pengadilan memberikan putusan apakah tuduhan kepada ketiganya terbukti atau tidak. Dengan begitu masyarakat akan belajar banyak kepada ketiga kasus tersebut terkait dengan konten-konten di Internet.

Kita berharap polisi bisa menegakkan hukum sebaik-baiknya dan tidak angin-anginan. Karena sudah sedemikian berpengaruh dalam kehidupan kita, sudah sebaiknya para pembuat kabar bohong dan penghasut yang mengobarkan api kebencian tidak diberi tempat di ranah Internet.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/meringkus-para-penghasut-dan-penyebar-kebohongan

Kontak