Perjelas tata niaga beras

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

 

Ada beberapa hal yang membuat penggerebekan yang dilakukan oleh Satgas Pangan Polri pada Jumat (20/7) sore lalu itu terasa luar biasa. Pertama, gudang yang digerebek itu berisi 1.161 ton beras. Kedua, gudang itu milik PT Indo Beras Unggul (IBU), anak perusahaan sebuah perusahaan terbuka PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) Food Tbk. Ketiga, penggerebekan itu disaksikan oleh 3 orang penting: Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, dan Ketua KPPU Syarkawi Rauf.

Penggerebekan itu menjadi santer dalam percakapan masyarakat kita karena menyangkut beras yang disebut-sebut hasil oplosan. Polisi menyebutnya, "Ini dioplos seolah kualitas baik padahal dari kualitas rendah dicampur-campur."

Beberapa saat setelah penggerebekan Menteri Pertanian Amran menyatakan bahwa jenis beras yang digerebek rata-rata jenis IR64 yang disubsidi oleh pemerintah, yang kemudian dipoles menjadi beras premium. Ketua KPPU Syarkawi Rauf, pada kesempatan yang sama, menyebut-nyebut harga eceran tertinggi (HET) beras senilai Rp9 ribu per kilogram untuk menunjukkan ketidakwajaran harga jual beras PT IBU yang bisa melewati belasan ribu sampai dua puluh ribuan. HET yang disebut oleh Syarkawi merujuk ke Peraturan Menteri Perdagangan No 47 2017, yang keluar 2 hari sebelum penggerebekan dilangsungkan.

Sementara Kapolri Jenderal Tito melihat, ada sejumlah pelanggaran dalam kasus produksi beras PT IBU tersebut. Dari sisi hulu, menurut Tito, ada indikasi kecurangan. "Pemerintah sudah menetapkan harga gabah Rp3.700 per kilogram, tetapi dia beli harga tinggi yaitu Rp4.900 per kilogram. Otomatis petani menjual kepada mereka yang menawarkan tertinggi. Begitu petani menjual kepada penawar tertinggi maka tersedotlah di sini," kata Tito seperti dikutip Kumparan.

Istilah oplosan, beras subsidi, dan harga tak wajar yang muncul dalam pemberitaan peristiwa itu bercampur baur dan menyulut persepsi di tengah masyarakat bahwa telah terjadi pengoplosan beras rastra -beras sejahtera, yang dahulu disebut beras miskin atau raskin yang disubsidi negara- yang kemudian diberi label premium sehingga bisa dijual dengan harga tinggi.

Belakangan isu rastra dalam beras PT IBU yang digerebek itu terbantahkan. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, setelah meminta penjelasan ke Perum Bulog, memastikan bahwa beras di gudang PT IBU bukanlah beras rastra, yang disubsidi negara.

PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) Food Tbk, induk dari PT IBU, pun mengklarifikasi bahwa beras yang mereka produksi tidak menggunakan beras rastra. PT IBU, menurut klarifikasi itu, membeli gabah dari petani dan beras dari mitra penggilingan lokal. Mereka tidak membeli maupun menggunakan beras subsidi yang ditujukan untuk program beras sejahtera (rastra) Bulog maupun program bantuan bencana dalam menghasilkan beras kemasan berlabel.

Sebetulnya sejak awal pihak kepolisian maupun para pejabat yang menyaksikan penggerebekan gudang beras PT IBU tidak pernah menyinggung keterkaitan kasus itu dengan beras rastra. Menteri Pertanian Amran saat itu hanya menyatakan bahwa kebanyakan beras di gudang yang digerebek itu berjenis IR64 yang disubsidi oleh pemerintah.

Yang perlu kita tahu, ada dua jenis subsidi yang diberikan pemerintah terkait dengan beras. Yaitu subsidi ouput dan subsidi input.

Subsidi output itu berupa subsidi harga beras yang diperuntukan bagi rumahtangga pra sejahtera. Beras itulah yang dikenal sebagai beras rastra, yang pedistribusiannya hanya melewati Bulog saja. Besaran subsidi output, seperti dinyatakan dalam konferensi pers Menteri Pertanian Amran Selasa (26/7) ini, mencapai Rp19,8 triliun.

Sedangkan subsidi input itu berupa subsidi benih dan subsidi pupuk. Besaran subsidi benih mencapai Rp1,3 triliun, sedangkan subsidi pupuk mencapai Rp31,2 triliun.

Dalam konteks subsidi input itulah Mentan Amran menyatakan beras di gudang yang digerebek itu adalah beras subsidi. Masalahnya, apakah ada larangan bagi petani untuk menjual beras yang mendapatkan subsidi input kepada pihak lain selain Bulog?

Sampai saat ini belum ada regulasi yang memastikan seberapa besar beras yang mendapat subsidi input wajib diserap terlebih dahulu oleh Bulog, sebelum dilepas kepada pasar bebas. Tak adannya regulasi tersebut membuat beras subsidi input berada di wilayah abu-abu dalam pendistribusiannya.

Begitu juga dengan ketentuan HET beras yang ditentukan oleh Kementerian Perdagangan. Pengaturan harga acuan penjualan beras di konsumen, yang ditentukan lewat Peraturan Menteri Perdagangan, tidaklah terlalu detail merujuk ke jenis beras tertentu. Betulkah harga acuan tersebut untuk segala jenis beras? Padahal beragam jenis beras pun mengandaikan beragam jenis harga yang berbeda.

Mentan Amran dalam beberapa kesempatan selalu menekankan perihal kewajaran harga, kewajaran mengambil marjin dalam bisnis beras. Apa dan bagaimanakah kewajaran itu untuk beragam jenis beras?

Penggerebekan gudang beras PT IBU mengingatkan kita bertapa pentingnya kejelasan tata niaga beras. Tata niaga tersebut seharusnya memberikan peraturan yang jelas -bahkan detail- yang diarahkan kepada 4 sasaran. Memenangkan petani, memastikan keluarga pra sejahtera mendapatkan beras yang terjangkau, konsumen mendapatkan harga yang wajar, dan terbukanya peluang bisnis yang adil bagi pengusaha.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/perjelas-tata-niaga-beras

Kontak