Menjelang kemandirian dan kedaulatan di Blok Mahakam

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

Ada peristiwa istimewa yang menandai pergantian tahun dari 2017 ke 2018. Pengelolaan salah satu blok ladang minyak dan gas (migas) terbesar di Indonesia berpindah ke tangan dari perusahaan asing ke perusahaan BUMN.

Selama 50 tahun wilayah kerja yang dikenal dengan sebutan Blok Mahakam itu dikelola oleh Total E&P Indonesie (TEPI) dan Inpex Corporation. Mulai 1 Januari 2018 blok yang terletak di Kalimantan Timur itu mulai dikelola oleh PT Pertamina Hulu Mahakam -anak usaha PT Pertamina (Persero).

TEPI dan Inpex untuk pertama kalinya mendapatkan kontrak kerja sama pengelolaan Blok Mahakam pada 6 Desember 1966. Kontrak itu memberikan hak kepada kedua perusahaan tersebut untuk mengelola Blok Mahakam selama 30 tahun.

Sebelum berakhir masa kontrak pengelolaan pada 30 Maret 1997, TEPI dan Inpex mengajukan perpanjangan kontrak pengelolaan. Keduanya mendapat perpanjangan kontrak pengelolaan selama 20 tahun sampai 31 Desember 2017.

Sebetulnya, sebelum kontrak kedua berakhir, perusahaan-perusahaan itu kembali mengajukan perpanjangan kontrak pada 2008. Setahun kemudian, pada 2009, Pertamina dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyatakan minatnya untuk mengelola Blok Mahakam tersebut.

Sangatlah wajar jika banyak pihak tergiur dengan Blok Mahakam. Kawasan itu adalah produsen migas terbesar di Indonesia. Produksi migas di blok tersebut mencapai 34 persen dari total produksi nasional. Sampai saat ini cadangan migas di Blok Mahakam masih besar.

Pada 1972 ditemukan cadangan migas dalam jumlah yang besar di Bekapai. Setelah itu, sampai 1996, berturut-turut ditemukan cadangan migas di lapangan yang lain. Yaitu Handil, Tambora, Tunu, Peciko, Sisi, Nubi, dan South Mahakam.

Meskipun telah melewati masa puncak produksi reservoirnya pada periode 2003-2009, potensi di Blok Mahakam masih sangat menjanjikan. Per 1 Januari 2016, cadangan migas di wilayah kerja tersebut masih mencapai 4,9 tcf gas, 57 juta barel minyak, dan 45 juta barel kondensat.

Keinginan perusahaan asing untuk memperpanjang kontrak pengelolaan tersebut berhadap-hadapan dengan semangat untuk mengelola sendiri sumber daya alam seperti yang diamanatkan oleh konstitusi. Dengan alasan keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi, pada era Presiden SBY, Menteri ESDM Jero Wacik memang cenderung untuk menyerahkan kembali pengelolaan Blok Mahakam ke perusahaan asing.

Pengakhiran kontrak pengelolaan Blok Mahakam dengan perusahaan asing terjadi pada era Presiden Joko Widodo. Keputusan untuk tidak memperpanjang kontrak kerjasama dengan TEPI dan Inpex itu tertuang dalam surat Menteri ESDM nomor 2793/13/MEM.M/2015 tanggal 14 April 2015.

Selain memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dengan TEPI dan Inpex, menurut Syamsu Alam yang saat itu menjabat sebagai Direktur Hulu Pertamina, ada tiga hal penting lain dalam surat tersebut.

Pertama, 100 persen kepemilikan Blok Mahakam berada di tangan Pertamina mulai 1 Januari 2018. Kedua, jika diperlukan untuk menjaga produksi, Pertamina bisa melibatkan TEPI dan Inpex dalam pengelolaan Blok Mahakam. Ketiga, Pertamina diminta untuk memberikan jatah participating interest untuk Pemerintah Daerah.

Belakangan Menteri ESDM, yang saat itu dijabat oleh Sudirman Said, menyatakan bahwa Blok Mahakam tidak 100 persen diberikan kepada Pertamina. Melainkan 70 persen untuk Pertamina dan BUMD Kalimantan Timur, 30 persen sisanya untuk untuk TEPI dan Inpex sebagai bentuk apresiasi pemerintah kepada kontraktor lama.

Rupanya TEPI dan Inpex berminat lebih dari 30 persen. Pada minggu pertama Mei 2017, keduanya meminta hak partisipasi sebesar 39 persen. Menteri ESDM telah mengirimkan surat yang mengizinkan Pertamina untuk melepas saham maksimal 39 persen.

Soal saham itu, tampaknya cerita masih panjang. Sebab jatah 10 persen untuk daerah pun masih dalam pembahasan antara pemerintah kabupaten dengan pemerintah provinsi.

Yang pasti, sekarang sudah sah Pertamina memegang 100 persen Blok Mahakam. Penyerahan Blok Mahakam kepada Pertamina, sebagai perwakilan negara, merupakan preseden yang baik menuju kedaulatan dalam pengelolaan sendiri sumber daya alam.

Pertamina sekarang ditantang untuk menunjukkan bahwa kita mampu mengelola sendiri sumber daya alam demi kesejahteraan sebanyaknya bagi rakyat seperti diamanatkan oleh konstitusi.

Tantangan itu tentu tidaklah mudah di tengah kecenderungan rendahnya harga minyak, dan kompleksitas teknis dalam mengelola Blok Mahakam. Menekan laju penurunan produksi di Blok Mahakam adalah salah satu tantangan penting dan mendesak yang perlu direspons dengan tepat oleh Pertamina.

Kesiapan, kesanggupan, dan keberhasilan Pertamina dalam mengelola Blok Mahakam akan sangat berpengaruh kepada bagaimana kita akan mengelola sendiri wilayah kerja lain, yang kontrak kerja sama dengan perusahaan asing akan segera berakhir juga.

Mewujudkan kemandirian energi dan kedaulatan pengelolaan sumber daya alam. Itulah tantangan sejatinya.

 

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/menjelang-kemandirian-dan-kedaulatan-di-blok-mahakam

Kontak