Bersamaan dengan kedatangan musim hujan, kasus demam berdarah cenderung meningkat di beberapa daerah. Bahkan beberapa daerah sudah masuk dalam kategori keadaan luar biasa (KLB). Pihak yang pertama dituntut untuk menghadapi situasi adalah warga masyarakat. Cukupkah?
Di Klungkung, Bali, kasus demam berdarah sudah mulai terlihat sejak Desember tahun lalu. Memasuki 2019, kasus demam berdarah di kabupaten tersebut memperlihatkan kecenderungan meningkat. Pada minggu ketiga Januari ini saja tercatat 24 pasien demam berdarah.
Jumlah pasien demam berdarah di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, lebih tinggi lagi. Sampai minggu ketiga Januari ini tercatat 37 orang dirawat karena menderita demam berdarah. Angka itu lebih dari dua kali lipat dari data sebelumnya, yang menunjukkan angka 15 orang yang dirawat akibat demam berdarah.
Jumlah itu hampir sama dengan jumlah warga yang dirawat akibat demam berdarah di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Yakni, 38 warga. Ada satu warga dilaporkan meninggal terkait demam berdarah itu.
Korban meninggal dalam kasus demam berdarah juga tercatat di Tangerang Selatan, Banten. Korban meninggal itu adalah bagian dari 90 warga yang terkena demam berdarah di kota tersebut dalam kurun waktu tak sampai sebulan.
Angka tersebut terlihat tinggi. Meski begitu, Banten bukanlah daerah dengan jumlah kasus demam berdarah tertinggi pada Januari ini. Melainkan, Jawa Timur.
Pada Januari ini di Kabupaten Tulungagung ada 223 kasus demam berdarah. Tiga di antaranya meninggal dunia. Tulungagung menduduki peringkat pertama daerah yang terjangkit demam berdarah dengan jumlah kasus terbanyak di Jawa Timur.
Disusul kemudian oleh Kabupaten Kediri, dengan 160 kasus. Sepuluh orang di antaranya meninggal dunia.
Peringkat ketiga daerah di Jawa Timur yang paling banyak mempunyai kasus demam berdarah pada Januari ini adalah Kabupaten Bojonegoro, dengan 114 kasus. Dua orang di antaranya meninggal dunia.
Sampai 22 Januari sore hari, menurut Kementerian Kesehatan, kasus demam berdarah di Jawa Timur mencapai 1.634 kasus. Provinsi berikutnya dengan jumlah kasus demam berdarah yang sangat tinggi adalah Sulawesi Utara dengan 720 kasus, Jawa Barat dengan 698 kasus, Nusa Tenggara Timur dengan 521 kasus, Jawa Tengah dengan 521 kasus, Banten dengan 349 kasus, dan Sulawesi Selatan (281 kasus.
Beberapa daerah sudah menyatakan keadaan luar biasa (KLB) demam berdarah. Di antaranya adalah Kabupaten Kapuas, Kota Manado, dan Kabupaten Manggarai.
Meskipun banyak yang memperkirakan akan menurun pada bulan Februari nanti, namun kasus demam berdarah masih akan terlihat sampai Maret nanti. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memprediksi Januari sampai Maret.
Tingginya kasus demam berdarah pada awal tahun ini seringkali dikaitkan dengan apa yang disebut sebagai siklus 5 tahunan demam berdarah. Sayangnya, tak pernah jelas benar apa, bagaimana, dan mengapa terjadi siklus itu.
Jika saja benar siklus itu ada dan bisa dijelaskan, tentu akan mempermudah strategi pencegahan dan antisipasinya.
Ketika kasus demam beradrah tampak meningkat di tengah masyarakat, pihak yang pertama biasanya mendapat tekanan adalah warga.
Bersamaan dengan kampanye pemberantasan sarang nyamuk, warga ditekankan untuk melakukan kegiatan 3 M: menguras tempat bak mandi, menutup tempat penyimpanan air, dan mengubur/memanfaatkan kembali/membuang barang bekas yang bisa membuat air tergenang.
Kegiatan 3 M dalam skala domestik akan cukup efektif dalam pemberantasan sarang nyamuk. Sebagian besar warga masyarakat akan dengan ringan melakukan kegiatan itu di rumah masing-masing.
Namun hal itu belum tentu bisa berlangsung dengan baik pada tingkat lingkungan. Terutama sekali hal itu terkait dengan kultur perkotaan, yang tidak terlalu memberi tempat kepada nilai keguyuban karena ritme dan gaya hidupnya.
Ikut terlibat dalam membersihkan lingkungan bersama bisa menjadi masalah tersendiri dalam kultur masyarakat perkotaan.
Dalam kultur demikian, sangat terbuka kemungkinan masih adanya tempat-tempat yang tidak terjamah oleh kegiatan 3 M itu. Berkembangnya nyamuk aedes aegypti menjadi risiko yang tak bisa dihindarkan.
Tempat-tempat publik, di luar wilayah domestik masing-masing warga, juga bisa jadi tidak terjangkau oleh kegiatan 3 M yang ditanggungkan kepada masyarakat.
Perhatian pemerintah daerah untuk merawat lingkungannya, dengan demikian, juga menjadi sangat penting dalam pemberantasan sarang nyamuk yang bisa mencegah berjangkitnya demam berdarah di tengah masyarakat.
Itu sebabnya, kampanye 3 M tidak bisa melulu dibebankan kepada warga masyarakat. Pemerintah, terutama pemerintah daerah, juga harus memiliki rencana dan strategi yang terukur dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan wilayahnya. Tidak hanya berpasrah diri kepada apa yang disebut sebagai siklus demam berdarah.
Selain upaya pencegahan itu, antisipasi meningkatnya kasus demam berdarah juga harus diwujudkan dalam bentuk penyiapan fasilitas kesehatan yang memadai. Seharusnya tidak boleh ada lagi kabar bahwa ada penderita demam berdarah yang tidak mendapatkan kamar perawatan karena fasilitas kesehatan yang tidak memadai.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/merespons-kasus-demam-berdarah