Apa sebetulnya terjadi di Hotel Borobudur Jakarta pada Sabtu (2/2/2019) malam akhir pekan lalu? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutnya sebagai penganiayaan terhadap aparat penegak hukum yang sedang bertugas. Namun Pemerintah Provinsi Papua menyatakan tak ada penganiayaan pada Sabtu malam itu.
Publik menunggu hasil penyelidikan polisi atas kejadian tersebut. Penyerangan terhadap penegak hukum, bagaimanapun, adalah persoalan serius di sebuah negara hukum.
Ada dua versi atas peristiwa yang terjadi pada Sabtu malam itu. Versi pertama bersumber dari KPK. Versi kedua bersumber dari Pemprov Papua.
KPK mengaku memang menugaskan beberapa pegawainya untuk melakukan pengecekan lapangan terkait laporan dari masyarakat tentang adanya indikasi korupsi di Hotel Borobudur Jakarta. Di hotel itu sedang ada pembahasan review Kementerian Dalam Negeri terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Papua tahun anggaran 2019.
Penyelidik KPK itu didatangi oleh beberapa orang karena terlihat memotret mereka. Para penyelidik itu diinterogasi di salah satu tempat terbuka di hotel. Kedua penyelidik itu menyebutkan identitas dirinya sebagai petugas dari KPK yang secara resmi sedang bertugas. Meskipun sudah menyebutkan dan menunjukkan identitasnya, kedua penyelidik KPK itu tetap dipukuli oleh banyak orang dan barangnya dirampas.
Akibatnya, kedua petugas KPK itu terluka. Bukan saja harus dirawat atas lukanya, korban penganiayaan itu harus menjalani operasi karena hidungnya retak dan wajahnya mengalami luka sobek.
Atas kejadian itu, KPK sudah melaporkannya ke polisi pada Minggu (3/2/2019) sore.
Pemprov Papua punya versi cerita yang berbeda. Pegawai Pemprov Papua memergoki orang-orang yang sedang memotret mereka tanpa izin. Karena merasa tidak nyaman dan terganggu, mereka memeriksanya.
Orang yang mereka periksa itu semula tidak mengaku sebagai petugas KPK sampai kemudian ditemukan kartu anggota KPK di barang bawaan yang diperiksa. Foto-foto pejabat Pemprov Papua dan peserta rapat juga ditemukan di ponselnya. Ada juga pesan di aplikasi Whatsapp yang menyebut-menyebut akan ada penyuapan.
Dalam versi Pemprov Papua, tidak ada tindakan penganiayaan. Yang ada hanyalah aksi dorong mendorong saja.
Atas kejadian itu Pemprov Papua melaporkan petugas KPK itu ke polisi atas sangkaan pencemaran nama baik dan fitnah melalui media elektronik. Sangkaan itu tampaknya terkait dengan penyelidikan penyuapan yang diklaim tidak terjadi pada saat itu.
Tudingan ini agak mengherankan. Pada saat penyelidikan dilakukan oleh aparat penegak hukum, perkara hukum belum sungguh terbentuk. Para petugas baru mengumpulkan informasi –yang kelak masih harus diuji kembali sebelum sungguh-sungguh dipergunakan untuk mengonstruksi sebuah perkara hukum.
Apa jadinya jika setiap tindakan penyelidikan petugas hukum diseret sebagai perkara pencemaran nama baik dan fitnah?
Atas laporan itu dan bantahan terjadinya penganiayaan, KPK memastikan akan memberikan bantuan hukum kepada pegawainya –selain menyatakan memiliki bukti penganiayaan berupa visum.
Publik harus bersabar menunggu hasil penyelidikan atas laporan Pemprov Papua dan laporan KPK pada kejadian yang sama dengan versi masing-masing. Polisi harus segera mengungkap benarkah penganiayaan dan penyerangan terhadap petugas KPK itu terjadi?
Jika penyerangan dan penganiayaan itu sungguh terjadi, tindakan itu sungguh berbahaya. Penganiayaan itu sendiri merupakan kejahatan yang bisa dipidana. Sedangkan kekerasan terhadap aparat pun diatur tersendiri dalam KUHP.
Membiarkan kekerasan terhadap petugas penegak hukum sangatlah berbahaya karena merongrong kewibawaan dan kepastian hukum. Tak ada alasan yang bisa dibenarkan untuk melakukan kekerasan terhadap penegak hukum yang sedang bertugas.
Dalam sudut pandang lain, peristiwa ini memperlihatkan bahwa KPK memiliki masalah dalam cara kerja penyelidikannya. Di kedua versi peristiwa itu sama-sama terlihat bahwa interogasi yang dilakukan terhadap petugas KPK itu terjadi karena perilaku mereka memancing perhatian pihak yang sedang diselidikinya.
Bagaimana bisa penyelidik melakukan tindakan-tindakan yang justru bisa mengeruhkan upaya penyelidikan? Penyelidikan seharusnya berjalan senyap, tidak melakukan tindakan yang bisa memprovokasi targetnya.
Dalam konteks itu KPK harus melakukan pembenahan diri.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/jangan-biarkan-penegak-hukum-dianiaya