Cari jalan memperlancar serapan anggaran daerah

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

Negeri kita berutang. Dalam batas tertentu, hal itu wajar. Tapi jika utang tersebut tidak dipergunakan dengan semestinya, itu jelas masalah. Salah satu indikator pemanfaatannya adalah pembelanjaan anggaran yang sudah dialokasikan.

Mengenai hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengingatkan bahwa utang menjadi sia-sia jika alokasi dana tidak habis dipergunakan. Pernyataan itu terkait dengan kecenderungan serapan anggaran yang tidak optimal, baik di kementerian dan lembaga negara, maupun di pemerintahan daerah.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo sangat memberikan perhatian kepada rendahnya serapan anggaran. Terutama anggaran daerah.

Seperti pemerintahan sebelumnya, serapan anggaran daerah yang rendah juga menandai awal pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pada akhir triwulan III tahun 2014, misal, rata-rata penyerapan anggaran daerah secara nasional hanya mencapai 56 persen.

Pemerintah pusat mencoba membuat sejumlah terobosan agar anggaran daerah bisa diserap lebih optimal. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015, yang memungkinkan untuk dilakukannya lelang dini. Lelang dini dilakukan untuk menjembatani masalah waktu, yang teralokasikan untuk penyelesaian administrasi anggaran dan masa menunggu waktu transfer dari pusat.

Selain itu, hal lain yang seringkali disebut-sebut sebagai faktor penting yang membuat penyerapan anggaran daerah sangat rendah adalah kegamangan para pejabat daerah dalam mengeksekusi anggaran karena khawatir terjebak dalam tindak pidana korupsi. Pemerintah Pusat tampaknya mencium kecenderungan itu.

Presiden mendorong pemerintah daerah agar tidak terlalu takut untuk menggunakan anggaran. Dalam pidato pembukaan Musyawarah Nasional IV Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) pertengahan Desember 2015, Presiden menyerukan, "Tingkatkan penyerapan anggaran, jangan takut menggunakan dan hanya disimpan saja."

Untuk memberikan kepastian hukum agar tidak ada kegamangan dalam menggunakan anggaran -termasuk anggaran daerah, terkait dengan pelaksanaan proyek strategis nasional terbitlah Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2016.

Inpres tersebut tampak mencoba membentengi proyek-proyek tersebut dari kriminalisasi. Inpres tersebut diharapkan juga bisa mendorong para pejabat daerah untuk tidak takut menggunakan anggaran, sejauh terkait dengan proyek strategis.

Upaya untuk mencegah kriminalisasi sangat jelas dalam Inpres tersebut. Terutama sekali terlihat dalam instruksi yang ditujukan kepada Kejaksaan Agung.

Tahun lalu, Presiden kembali mengingatkan perihal rendahnya serapan anggaran daerah. Pada bulan Juni 2016 itu, dana dari seluruh APBD yang belum digunakan mencapai Rp214 triliun.

Dalam kesempatan itu Presiden Joko Widodo mengancam akan mengkonversi dana APBD menjadi surat utang jika anggaran tersebut tidak terserap secara signifikan. Meski begitu, Presiden mengingatkan juga agar penggunaan anggaran tersebut dilakukan sesuai prosedur.

Tahun ini, kembali, penyerapan anggaran daerah masih rendah. Presiden Joko Widodo menyebutkan angka yang hampir sama dengan jumlah dana anggaran daerah yang mengendap tahun lalu.

"Saya lihat kemarin di rekening masih ada Rp220 triliun yang berada di rekening-rekening, baik di BPD (Bank Pembangunan Daerah) maupun di bank-bank lain," kata Presiden usai kegiatan penyerahan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Jember, hari Minggu (13/8) lalu.

Rendahnya serapan anggaran daerah harus menjadi perhatian kita bersama. Bukan saja karena itu terkait dengan utang yang perlu dioptimalkan penggunaannya. Lebih penting dari itu, seperti dikatakan Presiden, "Kalau uang itu bisa beredar di pasar, bisa beredar di daerah, itu akan sangat membantu sekali pertumbuhan ekonomi."

Ketika anggaran daerah tidak terserap dengan baik, masyarakat dan sistem perkonomian daerah tidak memperoleh dana dengan cepat. Akibatnya, hasil pembangunan -yang didanai anggaran tersebut- tidak dapat dinikmati sesuai dengan waktu yang tepat.

Ketakutan terhadap kriminalisasi tidak bisa terus menerus dijadikan dalih untuk menunda penyerapan anggaran. Jika memang berniat untuk mengoptimalkan serapan anggaran dengan cara yang bersih, pemerintah daerah harus bersungguh menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah pihaknya terjerumus dalam tindak pidana korupsi.

Terobosan-terobosan untuk mengatasi liku-liku administrasi perlu dibarengi dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang detail. Hal itu, selain memberikan kepastian hukum, juga memberikan arahan yang jelas sehingga para pelaksana mudah menempatkan dirinya dalam jalur yang benar selama pelaksanaan pekerjaan.

Pemerintah Daerah juga perlu memastikan bahwa sumber daya manusianya mempunyai kapasitas yang memadai untuk menangani pekerjaan yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Hal itu tentu harus disertai dengan sistem yang juga mumpuni.

Dan, pada mulanya, perencanaan penganggaran harus dikembangkan dengan tepat. Sebab, aneh rasanya jika anggaran yang dirancang sendiri itu tidak bisa dieksekusi.


Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/mencari-jalan-memperlancar-serapan-anggaran-daerah

Jaringan

Kontak