Kehadiran Undang-undang Tentang Desa tiga tahun lalu memberikan harapan baru kepada masyarakat desa. Ada dua hal utama yang membuat masyarakat desa punya alasan untuk menaruh harapan kepada implementasi UU Desa tersebut.
Pertama, desa mendapatkan kedudukan dan kewenangan yang lebih luas dan jelas. Kedua, kewenangan tadi didukung dengan anggaran yang cukup besar--yang kita kenal dengan Dana Desa (DD). Dengan keduanya kesejahteraan masyarakat desa diharapkan akan lebih mudah tercapai.
Kedudukan dan kewenangan desa tersebut sebetulnya, di sisi lain, bukan sekadar sebuah pengakuan. Lebih dari itu, keduanya adalah amanat yang harus ditunaikan agar desa menggeliat tumbuh berkembang menjadi desa-desa yang mandiri, yang berdikari.
Undang-undang tersebut memberikan payung kepada desa untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri dengan melibatkan eksplorasi sumberdaya dan potensi setempat serta partisipasi masyarakat. Itulah yang menjadi tumpuan harap untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
Oleh karena mendapatkan pengakuan sekaligus amanat yang baru itu, desa akan mendapat tantangan baru dan kebutuhan untuk mempraktikkan tata kelola yang mungkin juga baru; yang bisa jadi belum pernah dilakukan sebelumnya.
Meskipun saat ini menjadi isu yang cukup penting, tantangan dan kebutuhan tersebut bukan semata-mata terkait dengan pengelolaan dana untuk desa yang sangat besar--yang belum pernah terjadi sebelum ada UU Desa.
Kita tahu, dana yang masuk desa terus meningkat setiap tahunnya. Dana yang masuk ke desa tersebut terdiri dari Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan dana bagian dari Pajak dan Restribusi Daerah. Tahun 2015, total dana yang masuk desa sebesar Rp57,25 triliun. Tahun 2016, total dana yang masuk ke desa mencapai Rp85,29 triliun. Tahun ini, total dana yang masuk desa sebesar Rp103,19 triliun.
Selain untuk mengoptimalkan dan menghindarkan penyelewengan dana tersebut, praktik tata kelola baru--yang menjadi tantangan sekaligus kebutuhan desa itu--juga diperlukan untuk memastikan desa menunaikan amanat UU Desa.
Amanat dimaksud antara lain pelestarian dan pemajuan budaya dan mendorong partisipasi masyarakat desa, meningkatkan ketahanan sosial budaya dan memajukan perekonomian masyarakat desa, membentuk pemerintahan desa yang baik, meningkatkan pelayanan publik, dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
Dalam kaitannya dengan tantangan dan kebutuhan baru itulah, pendampingan desa harus dilakukan. Ada empat hal yang dituju lewat pendampingan desa. Yaitu, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 3 Tahun 2015, demi peningkatan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan desa.
Kemudian, unttuk meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; Sinergi program pembangunan desa antarsektor; dan Optimalisasi aset lokal secara emansipatoris.
Pendamping desa adalah salah satu pihak yang bertugas melaksanakan pendampingan desa. Melihat tujuan pendampingan di atas, kita harus mengakui bahwa tugas pendamping desa sangat besar dan kompleks. Sebagai ujung tombak di lapangan, pendamping desa menjadi posisi yang sangat penting dan dibutuhkan.
Itulah sebabnya kita sangat menyesalkan bahwa sampai saat ini masih ada keluhan yang cukup banyak atas para pendamping desa. Peran para pendamping desa, seperti disampaikan oleh Abdul Hadi--Bendahara Umum Asosiasi Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia, seringkali dianggap lemah sehingga perlu penguatan.
Ada dua hal utama yang seringkali menjadi keluhan atas para pendamping desa. Pertama, kompetensi pendamping desa tidak sepadan dengan kebutuhan desa sehingga kehadiran pendamping desa justru terasa sebagai beban, bukan solusi maupun bantuan.
Kedua, pendamping desa tidak selalu tersedia ketika dibutuhkan oleh desa; bahkan ada desa yang mengaku hanya mengenal nama pendamping desa namun belum pernah melihat sosoknya.
Selain terkait dengan kedisiplinan, ketidakhadiran pendamping desa bisa juga disebabkan oleh lingkup wilayah kerjanya yang terlalu luas. Kita tahu, seorang pendamping desa seringkali bertanggung jawab atas lebih dari satu desa. Kementerian Desa perlu merumuskan pengelolaan pendamping desa yang mempertimbangkan kepantasan luas wilayah kerjanya.
Untuk membenahi kompetensinya, kita menantikan pelaksanaan rencana Kementerian Desa yang akan memberhentikan para pendamping desa yang berkinerja buruk. Tahun ini ada sekitar dua ribu pendamping desa yang akan diberhentikan karena dinilai berkinerja buruk.
Tentu saja pemberhentian tersebut bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya untuk kebutuhan kompetensi pendamping desa. Selain melakukan sejumlah pelatihan untuk meningkatkan kapasitasnya, proses dan pola perekrutan sangatlah menentukan dalam memastikan kompetensi para pendamping desa.
Perekrutan para pendamping desa harus sungguh mempertimbangkan kompetensi yang cocok untuk bertugas memenuhi tujuan pendampingan desa. Bukan untuk keperluan lain. Pendamping desa yang kita butuhkan adalah mereka yang mempunyai kompetensi dan berkomitmen untuk mendampingi dan membantu desa dalam memenuhi amanat UU Desa, tanpa ada konflik kepentingan--termasuk kepentingan politik partisan.
Tuntutan yang besar terhadap para pendamping desa juga harus dibarengi dengan perlakuan yang benar kepada mereka. Miris rasanya mendengar kabar bahwa ada pendamping desa yang tidak menerima gaji tepat waktu. Gaji para pendamping desa tidak boleh dibayarkan terlambat. Tidaklah patut menuntut kinerja yang baik namun mengabaikan hak-hak mereka.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/pendamping-desa-harus-sungguh-kompeten