Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (Sekjen DPR), Achmad Djuned, akan memasuki masa pensiun pada 1 Oktober nanti. Namun belum ada tanda-tanda bahwa proses seleksi terbuka untuk jabatan Sekjen tersebut akan berlangsung. Padahal masa pensiun Djuned tinggal 19 hari lagi terhitung sejak Senin (11/9) ini.
Lima bulan lalu Sekretaris Kabinet Paramono Anung sudah mengirimkan surat yang bersifat rahasia kepada pimpinan DPR. Isinya, mengingatkan agar pimpinan DPR melakukan seleksi terbuka untuk posisi Sekjen DPR tersebut, dan menyampaikan hasilnya kepada Presiden.
Tidak hanya sekali, Pramono bahkan mengirimkan surat senada untuk kedua kalinya.
Bukan cuma Sekretaris Kabinet yang mengingatkan agar DPR segera melakukan seleksi terbuka itu. Komisi Aparatus Sipil Negara (KASN) juga telah ikut mengingatkan
"Kami sudah berkali-kali mengingatkan pimpinan DPR," aku Irham Dilmy, Wakil Ketua KASN, seperti dikutip oleh Kompas.
DPR tampaknya tidak menggubris surat Sekretaris Kabinet, maupun peringatan dari KASN. Nyatanya, sampai hari ini tak tercium ada gelagat untuk menyelenggarakan seleksi terbuka itu.
Mengapa pimpinan DPR berdiam diri saja? Apa maunya pimpinan DPR? Pengakuan Irham Dilmy, Wakil Ketua KASN, memberikan kita gambaran arah yang diinginkan oleh pimpinan DPR.
Menurut Irham, pihak DPR pernah mendatangi KASN. Saat itu DPR menginginkan agar posisi Sekjen dapat diisi tanpa proses seleksi terbuka. DPR menghendaki cara mutasi jabatan untuk posisi Sekjen itu. Saat itu, menurut Irham, bahkan pihak DPR mengusulkan nama dan posisi pejabat tertentu untuk dimutasi.
Dari penuturan Irham ini kita bisa membaca keinginan DPR untuk memakai pola sebelumnya dalam pengangkatan Sekjen. Yaitu dengan cara mutasi.
Pola ini pernah dilakukan beberapa bulan lalu, ketika DPR memilih Achmad Djuned sebagai Sekjen untuk menggantikan Winantungningtyastiti Swasanani. Achmad Djuned dilantik menjadi Sekjen DPR pada Maret lalu dengan cara mutasi jabatan.
Padahal proses seleksi terbuka sudah berjalan, ketika Ade Komarudin menjabat sebagai Ketua DPR. Pada November tahun lalu, calon Sekjen sudah mengerucut menjadi 7 nama. Pada proses berikutnya bahkan tinggal 5 nama.
Namun semuanya berubah ketika Setya Novanto kembali duduk sebagai Ketua DPR. Proses seleksi terbuka calon Sekjen DPR, yang semula disebut hanya ditunda, nyatanya sunguh-sungguh dihentikan. Achmad Djuned pun lalu dilantik menjadi Sekjen DPR pada Maret lalu.
Dalih yang dipakai oleh pimpinan DPR saat itu adalah waktu yang mepet. Dalih itu terasa janggal karena proses seleksi terbuka saat itu sudah berjalan dan hampir sampai di ujung proses.
Lalu, dalih apa yang sekarang akan dipakai oleh pimpinan DPR untuk kecenderungannya memakai cara mutasi jabatan dalam mengisi posisi Sekjen DPR? Kita tidak bisa menerima "waktu yang mepet" sebagai dalihnya karena Seskab dan KASN jelas-jelas sudah mengingatkan DPR jauh-jauh hari perihal proses seleksi terbuka itu.
Ada apa sebetulnya sampai-sampai DPR begitu bersikeras memakai cara mutasi jabatan? Lucius Karus, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, seperti dikutip Kompas mengatakan, "Ada keinginan untuk mengangkat Sekjen melalui mutasi agar yang dipilih adalah orang yang sejak awal berada di bawah kendali pimpinan."
Benarkah demikian? Pimpinan DPR yang perlu mengklarifikasinya.
Yang jelas, mengabaikan proses seleksi terbuka dalam memilih Sekjen DPR adalah sebuah pelanggaran atas-undang-undang. Pasal 108 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara jelas-jelas mensyaratkan pengisian jabatan Sekjen di lembaga tinggi negara "dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Ketidaktaatan pimpinan DPR kepada undang-undang bukan saja mengherankan, namun harus disikapi dengan jelas dan tegas. Jika seorang presiden melanggar undang-undang, ia dapat dimakzulkan. Bagaimana jika pimpinan dan anggota DPR melanggar undang-undang, yang bahkan mereka terlibat dalam penyusunan dan pengesahannya? Kejelasan dan ketegasan dalam urusan ini harus mengemuka.
Jika pimpinan DPR bersikeras untuk tidak taat terhadap undang-undang dengan tetap memaksa memakai cara mutasi jabatan untuk mengisi posisi Sekjen DPR, apakah pemerintah akan bersikap lunak seperti sebelumnya? Semestinya, pemerintah tidak bisa lagi permisif, rakyat dan lembaga negara tanpa kecuali harus taat terhadap semua undang-undang.
Pembangkangan DPR terhadap undang-undang, mesti ditanggapi serius oleh pemerintah. Ini menyangkut kewibawaan pemerintahan. Bila DPR boleh mengakali hukum demi kepentingannya sendiri, tanpa sanksi, apakah pemilih, pembayar pajak, dan seluruh warga negara juga boleh melakukan hal serupa? Lalu mau dibawa ke mana kehidupan bernegara negeri ini?
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/dpr-mau-melanggar-uu-asn-lagi