Mewaspadai umpan layanan di Internet

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

Berbagai hal yang sebelumnya tergolong sulit untuk dihadirkan, semua menjadi mungkin dengan kehadiran Internet. Jaringan komputer tersebut telah membuka jalan bagi pertemuan banyak hal secara lebih terbuka luas ketimbang sebelumnya.

Internet pula yang memberi kemudahan untuk menguangkan (monetizing) dengan skala yang jauh lebih besar. Berbagai hal, yang semula hanya merupakan kegiatan yang bersifat subsistem bisa saja, bisa berubah menjadi bisnis besar.

Titip beli barang, misal, semula bisa saja hanya kegiatan saling membantu antar orang yang sudah saling kenal. Sekarang, menumpang kepada peradaban Internet, jasa titip beli barang bisa menjadi bisnis besar dengan skala luas.

Bahkan, lewat peradaban Internet, kedermawanan pun bisa mendapat pemaknaan baru yang bisa melampaui sekadar hubungan pribadi dengan nilai-nilai kebaikan yang diyakini secara pribadi pula. Internet telah membuat kita menjadi mulai terbiasa mendengar berbagai gagasan yang 20 tahun lalu tak terbayangkan wujudnya.

Salah satu gagasan kontroversial di Internet yang ramai dibicarakan minggu ini adalah NikahSirri.com. Dari namanya kita telah bisa menduga bahwa hal tersebut terkait dengan pernikahan secara siri, yang memang sudah dikenal dalam kebudayaan kita.

Layanan yang disediakan oleh NikahSirri.com memang terkesan merupakan layanan penyelenggaraan pernikahan secara siri. Namun ternyata lebih dari itu. Usaha ini menyediakan jasa mencarikan istri atau suami untuk dinikahi, penghulu dan saksi sebagai bagian dari prosesi pernikahan. Bahkan, yang paling kontroversial, jasa ini juga menawarkan apa yang disebut sebagai lelang perawan dan lelang perjaka.

Layanan yang disebut belakangan itu melibatkan proses untuk memeriksa secara medis untuk memastikan keperawanan seorang mitra perempuannya. Sedangkan untuk memastikan keperjakaan mitra lelakinya, jasa tersebut mewajibkan sumpah pocong.

NikahSirri.com menjadi kombinasi antara jasa penyelenggaraan nikah siri dan biro jodoh. Bahkan lebih dari itu, Aris Wahyudi -pendiri NikahSirri.com- mengaku, layanan yang diberikannya itu merupakan bagian dari program pengentasan kemiskinan dari partai yang didirikannya.

Aris memang mendirikan sebuah organisasi yang disebutnya sebagai Partai Ponsel. Itu diakuinya bukan seperti partai sungguhan, melainkan hanya semacam ormas yang salah satu programnya adalah pengentasan kemiskinan lewat layanan NikahSirri.com

Pengentasan kemiskinan itu berupa bayaran bagi mitranya yang bersedia dinikahkan secara siri lewat jasa tersebut. Para mitra berhak menentukan mahar atas dirinya, yang wajib dibayarkan oleh mereka yang berminat memakai layanan tersebut.

Layanan NikahSirri.com adalah bentuk nyata dari menguangkan -bukan sekadar prosesnya- juga lembaga pernikahan, status keperawanan maupun keperjakaan. Kemiskinan mitranya dientaskan lewat proses tersebut.

Aris, si pendiri layanan tersebut, mengaku bahwa gagasan itu terinspirasi oleh berita tentang Aleexandra Khefren -seorang gadis Rumania- yang menjual keperawanannya kepada pebisnis Hong Kong senilai Rp36 miliar.

Jika jasa NikahSirri.com bisa menghasilkan transaksi, pihak yang mendapat keuntungan sebetulnya bukan cuma para mitra yang mematok besaran maharnya saja. Aris juga akan mendapatkan penghasilan 20 persen dari setiap transaksi. Dalam 4 hari sejak situs web diluncurkan, NikahSirri.com sudah berhasil meraup sekitar Rp5 juta.

Dengan kata lain, layanan ini lazimnya sebuah bisnis jasa yang bersandar ke peradaban Internet biasa saja -sambil dibungkus dengan istilah yang dikenal dalam agama dan kebudayaan di masyarakat kita. Cuma saja, yang jadi soal, layanan tersebut bersinggungan dengan kepatutan, etika, dan bahkan hukum.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia melihat ada indikasi trafficking dan pornografi dalam layanan tersebut. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa memandang layanan tersebut merendahkan lembaga pernikahan, yang seharusnya sakral menjadi tak lebih sebagai komoditas yang diperdagangkan.

Pada saat lembaga pernikahan menjadi komoditas belaka, seperti disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid, itu berarti merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih gamblang lagi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise bahkan melihat layanan ini "sama halnya dengan pelacuran terselubung yang dibalut dengan prosesi lelang perawan dan kawin kontrak dengan modus agama."

Situs NikahSirri.com sudah diblokir oleh Kementerian Informasi dan Komunikasi. Pendirinya telah ditangkap dan dijadikan tersangka oleh polisi, yang menjeratnya dengan UU ITE, pornografi, dan perlindungan anak.

Yang mengejutkan, jumlah pengguna yang mendaftarkan diri dalam beberapa hari ke situs tersebut sangat banyak. Semula polisi merilis, klien layanan tersebut berjumlah 2.700 pengguna. Belakangan polisi menyebutkan bahwa pengguna situs tersebut berjumlah 5.300. Sedangkan mitranya, yang menawarkan diri untuk dinikahkan dengan mahar tertentu, berjumlah 300 orang.

Itu bukanlah angka yang kecil untuk sebuah situs yang baru diluncurkan beberapa hari. Namun fakta itu bisa kita pahami, terutama sekali karena layanan tersebut mencoba mengasosiasikan diri dengan istilah yang lekat dengan agama: nikah siri.

Bagaimanapun, dalam masyarakat kita yang relijius, agama tetaplah sebuah magnet yang mampu mengumpulkan banyak orang. Faktanya, dalam peradaban Internet, agama bisa dengan mudah dikapitalisasi secara lebih masif untuk berbagai kepentingan; mulai dari tujuan untuk mengeruk keuntungan material, bisnis sampai ke keuntungan politik.

Hal ini kembali mengingatkan kita kepada pentingnya literasi para pengguna Internet. Para pengguna Internet harus menjadi lebih melek terhadap medium ini agar tidak terjebak menyantap mata kail yang dilemparkan pihak-pihak yang mencoba mengeruk keuntungan demi kepentingannya sendiri.

Literasi media, di atas peradaban Internet, bisa jadi memang lebih kompleks ketimbang di era sebelumnya. Namun, demi menjaga kewarasan bersama, semua pihak harus terlibat di dalamnya tanpa mengenal lelah.


Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/mewaspadai-umpan-layanan-di-internet

Kontak