Apa guna menyeret publik ke urusan impor senjata?

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

Sungguh tidak mudah menjadi warga negara di era media sosial. Setiap orang, yang terhubung dengan media sosial, hampir sepanjang hari tidak lepas dari percakapan di seputar isu-isu nasional di jaringan sosialnya.

Hampir tak ada jeda untuk mencerna secara lebih baik setiap informasi yang masuk. Belum selesai satu pergunjingan kita cerna, desas-desus dan gosip lain sudah datang bertubi-tubi, yang tak jarang disertai dengan percekcokan pula.

Pada akhir pekan lalu isu panas yang dipergunjingkan adalah kabar seputar impor senjata yang masuk ke Bandar Udara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tangerang. Dalam gunjingan itu tergambar seolah-olah telah telah terjadi impor senjata secara ilegal, yang tertahan berkat Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.

Pada Jumat (29/9) malam itu, sekitar pukul 23:30, kargo berisi senjata tiba dengan pesawat model Antonov AN-12 TB dari Maskapai Ukraine Air Alliance UKL-4024. Butuh waktu sekitar satu setengah jam untuk menurunkan kargo itu dari pesawat untuk masuk ke prosedur lanjutan yang lazim dilalui dalam mengimpor senjata.

Kargo itu berisikan senjata dan amunisi. Senjata Arsenal Stand Alone Grenade Launcher berjumlah 280 pucuk dikemas dalam 28 kotak. Sedangkan amunisi berjumlah 5.932 butir, yang dikemas dalam 71 kotak.

Impor senjata itu dilakukan oleh PT Mustika Duta Mas. Senjata-senjata itu diperuntukkan bagi Korps Brigade Mobil Polri.

Situasi menjadi seakan-akan lebih dramatis karena isu tersebut tidak segera mendapatkan penjelasan. Ukuran kecepatan dalam merespon sebuah isu di era media sosial memang berbeda dengan era sebelumnya. Padahal, tentu, butuh waktu yang cukup untuk mencerna sebuah desas-desus dan menyiapkan penjelasannya yang memadai bagi publik.

Penjelasan dari Polri datang pada Sabtu (30/9) malam. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menegaskan senjata tersebut bukan barang ilegal. Proses pemesanan dan impor sudah dilakukan sesuai dengan prosedur.

"Semuanya sudah sesuai dengan prosedur. Mulai dari perencanaan, proses lelang, kemudian proses berikutnya, sampai dengan di-review oleh staf Irwasum (Inspektorat Pengawasan Umum Polri) dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)," jelas Setyo di Mabes Polri seperti dikutip Kumparan.

Bahwa senjata-senjata itu belum keluar dari gudang kargo, itu pun hal yang lumrah karena masih dalam masa karantina. Jika masa karantina rampung, BAIS akan memeriksa senjata-senjata itu.

"Apabila dalam pengecekan tidak sesuai, maka dapat direekspor kembali," lanjut Setyo. Begitulah prosedur yang lazim.

Pada kesempatan yang sama Kepala Korps Brimob Polri Irjen Murad Ismail menjelaskan, senjata-senjata tersebut biasanya dipergunakan untuk menangani huru-hara. Dengan jarak tembak maksimal hanya 100 meter, dalam penggunaannya senjata tersebut berisi peluru berupa gas air mata atau peluru asap.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyebut-nyebut "masalah internal" dalam kaitannya dengan impor senjata tersebut. "Masalah internal" tersebut, menurut Wiranto, tidak akan mengganggu keamanan nasional.

Apabila semua prosedur itu lazim, mengapa isu impor senjata Polri itu mengundang kegaduhan? Apabila ada "masalah internal" terkait hal tersebut, mengapa isu ini harus beredar di tengah publik?

Dan, mengapa impor kali ini menjadi "masalah internal"? Padahal hal itu bukanlah impor yang pertama. Mengapa impor sebelumnya berjalan tidak mengundang polemik apa pun?

Sangat disayangkan, urusan impor senjata Polri ini didorong-dorong menjadi konsumsi publik. Informasi semacam ini tidak terlalu berguna bagi publik. Bahkan, bagi publik yang mengasosiasikannya dengan pergunjingan-pergunjingan sosial politik sebelumnya, informasi tersebut bisa menjadi umpan untuk membangun imajinasi liar seolah negara sedang dalam keadaan genting.

Apa gunanya imajinasi liar itu? Hanya mereka yang mempunyai kepentingan politik saja yang bisa diuntungkan oleh imajinasi liar seperti itu.

Demi rasa aman dan ketertiban warga negara, kita berharap, pemerintah bisa segera menunjukkan kekompakan tim kerjanya dalam menghadapi "masalah internal" semacam ini. Wakil rakyat di DPR juga diharapkan keberpihakannya untuk lebih menjernihkan duduk perkara impor senjata yang sudah disetujuinya itu.

Polemik mengenai impor senjata Polri ini pun kembali mengingatkan kita kepada perlunya penguatan pengelolaan informasi dan komunikasi publik dalam pemerintah. Pengelolaan informasi dan komunikasi publik yang baik akan sangat membantu warga negara untuk bisa bertahan secara sehat dalam menerima dan mencerna informasi di era media sosial.


Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/apa-guna-menyeret-publik-ke-urusan-impor-senjata

Kontak