Pembinaan dan pengawasan tak cukup hanya pernyataan

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) selama tiga bulan berturut-turut belakangan ini, selalu ada aparatur peradilan yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mulai dari panitera, hakim Tipikor, sampai ketua pengadilan tinggi.

Pada Agustus KPK menangkap Tarmizi, Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tarmizi diduga menerima suap dari Akhmad Zaini, seorang pengacara, dalam gugatan ganti rugi terhadap PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) oleh perusahaan Singapura. Tarmizi menerima 3 kali uang suap, dengan jumlah total Rp425 juta.

Pada bulan berikutnya, September, aparatur peradilan yang terjaring OTT oleh KPK adalah hakim Dewi Suryana dan panitera pengganti Hendra Kurniawan. Keduanya bekerja di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu.

Hakim Dewi Suryana dan panitera pengganti Hendra Kurniawan diduga menerima suap untuk memengaruhi keputusan dalam perkara yang sedang ditanganinya. Yaitu perkara tindak pidana korupsi kegiatan rutin Tahun Anggaran 2013 di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset (DPPKA) Kota Bengkulu, dengan terdakwa Wilson.

Dalam OTT itu KPK menemukan uang suap sejumlah Rp40 juta di rumah hakim Dewi Suryana. Di tempat lain, KPK menemukan uang Rp75 juta yang menjadi bagian dari komitmen suap.

Pada awal bulan ini, Oktober, kembali ada aparatur peradilan yang ditangkap oleh KPK dalam suatu OTT di Jakarta. Meskipun OTT berlangsung di Jakarta, aparatur peradilan yang ditangkap KPK malam itu berasal dari Manado. Yaitu Sudiwardono, Ketua Pengadilan Tinggi Manado.

Malam itu Sudiwardono menerima uang dari Aditya Anugrah Moha di sebuah pintu darurat hotel. Penyerahan uang itu diduga terkait dengan perkara banding mantan Bupati Bolaang Mongondow, Marlina Mona Siahaan.

KPK menemukan uang sebanyak 30 ribu dolar Singapura dalam amplop putih dan 23 ribu dolar Singapura dalam amplop cokelat di kamar tempat menginap Sudiwardono. Di mobil Aditya, KPK menemukan uang 11 ribu dolar Singapura, yang diduga kuat bagian dari komitmen uang suap secara keseluruhan. Dua bulan sebelumnya, Agustus, sudah diserahkan uang suap sebesar 60 ribu dolar Singapura.

Bagi masyarakat, penangkapan aparatur peradilan selama tiga bulan berturut-turut itu kembali mengonfirmasikan dua hal. Pertama, bahwa mafia peradilan di negeri ini masih berkembang. Kedua, bahwa pengawasan terhadap aparatur peradilan masih sangat lemah.

Kasus-kasus suap yang terungkap--yang melibatkan aparatur peradilan--sudah sangat banyak. Berbagai pihak sudah sejak lama mendorong agar Mahkamah Agung (MA) memperkuat dan menunjukkan kesungguhan dalam pembinaan dan pengawasan terhadap hakim dan aparatur peradilan lainnya. Namun seringkali MA terkesan defensif terhadap dorongan-dorongan itu.

Beberapa saat setelah terpilih kembali menjadi Ketua MA, Hatta Ali menyatakan bahwa pengawasan dan pembinaan akan menjadi prioritasnya dalam periode kedua kepemimpinannya. Enam bulan setelah pelantikan Hatta Ali sebagai Ketua MA, Tarmizi terkena OTT KPK.

Agar kasus dugaan suap seperti Tarmizi tidak terulang lagi, Ketua Kamar Pengawasan MA Sunarto menyatakan bahwa pihaknya akan meningkatkan fungsi pengawasan terhadap seluruh aparatur di lingkungan lembaga peradilan. Bahkan, menurut Sunarto seperti dikutip Kompas, "Peran Badan Pengawas itu kan melakukan pembinaan dalam rangka pencegahan. Itu tidak kurang-kurang kami melakukan pembinaan."

Dua minggu setelah pernyataan Sunarto itu, hakim Dewi Suryana dan panitera pengganti Hendra Kurniawan terjaring OTT KPK. Namun MA tetap menolak untuk dianggap teledor dalam membina dan mengawasi hakim dan aparatur peradilan lainnya.

"Itu tidak benar, karena pembinaan yang dilakukan oleh MA mulai dari pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga di lingkup MA sendiri, sudah dilakukan sedemikian ketat," kata Abdullah, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, seperti dikutip Kumparan.

Seminggu setelah penangkapan hakim Dewi itu, Hatta Ali mengeluarkan Maklumat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Pengawasan Dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Di Bawahnya.

Maklumat itu menegaskan dan memerintahkan jajaran pimpinan di lingkungan MA dan badan peradilan di bawahnya agar melakukan pengawasan dan pembinaan untuk mencegah berbagai penyimpangan.

Menurut juru bicara MA Suhadi, "Dilakukan pembinaan-pembinaan, namun masih terjadi--terulang kembali--peristiwa tertangkap tangan oleh KPK. Oleh sebab itu, MA mengeluarkan maklumat Ketua MA".

Tiga minggu setelah MA mengeluarkan maklumat itu, Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono tertangkap tangan oleh KPK.

Ironi-ironi selama tiga bulan tersebut tidak membutuhkan pernyataan-pernyataan susulan. Ironi-ironi itu pun tidak membutuhkan sikap defensif dan dalih-dalih untuk mendapatkan pemakluman. Melainkan, ironi-ironi tersebut menantang tindakan-tindakan nyata yang sungguh-sungguh dan efektif.

Tindakan nyata pembinaan dan pengawasan itu boleh jadi juga harus melibatkan pihak di luar MA. Komisi Yudisial dan MA, misal, sebaiknya lebih baik menjalin program kerja bersama yang lebih terarah dan sungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengawasan; ketimbang saling mengumbar ego masing-masing lembaga.

Selain itu, ironi-ironi tersebut juga sudah cukup menjadi alasan bagi para pejabat terkait untuk mempertimbangkan pengunduran diri dari jabatannya sebagai ungkapan tanggung jawab dan bagian dari upaya mengembangkan budaya malu. Marwah lembaga peradilan negeri ini harus dijaga dengan tindakan-tindakan; bukan pernyataan-pernyataan belaka.


Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/pembinaan-dan-pengawasan-tak-cukup-hanya-pernyataan

Kontak