Segerakanlah keadilan bagi petani kita

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

Petani bawang merah di Cirebon berdemonstrasi Rabu (11/10) lalu. Mereka menuntut agar pemerintah membeli hasil panen mereka. Tuntutan itu terkait dengan harga jual bawang merah di tingkat petani yang turun drastis.

Harga bawang merah hasil panen para petani Cirebon itu sekarang hanya dihargai Rp5 ribu. Paling mahal Rp7 ribu. Padahal biaya yang dibutuhkan petani untuk menghasilkan 1 kg bawang merah itu mencapai Rp12 ribu.

Anjloknya harga bawang merah saat ini tidak hanya terjadi di Cirebon. Petani bawang di Kabupaten Bima, Sumbawa dan Lombok Timur juga merasakan anjloknya harga bawang merah. Terjunnya harga tersebut bersamaan dengan dimulainya panen raya di daerah-daerah itu.

Bagi petani, panen tidak selalu berarti rezeki. Panen mungkin selalu ditandai oleh hasil produksi yang lebih banyak. Namun itu tidak berarti bahwa panen selalu memberikan keuntungan bagi petani. Apa gunanya hasil panen berlimpah jika harga jualnya berada jauh di bawah biaya produksinya?

Komoditi pertanian yang harganya anjlok saat ini bukan hanya bawang merah di Cirebon dan Nusa Tenggara Barat tadi. Harga cabai juga anjlok di Cirebon, Cilacap, Bantul, Jawa Timur. Komoditas pertanian dan perkebunan lain yang harganya anjlok juga meliputi tomat di Gorontalo, semangka di Indramayu, buah naga di Banyuwangi, lada di Sambas, jeruk di Malang dan Keerom, Papua. Itu sekadar menyebut beberapa saja.

Mungkin sebagian kita akan menganggap turunnya harga komoditas pertanian dan perkebunan di saat musim panennya masing-masing sebagai hal yang lumrah. Hukum pasar selalu menurunkan harga ketika pasokan melimpah.

Namun, dari sisi perlindungan terhadap petani, hal itu sangat merugikan. Bahkan membiarkan petani tanpa perlindungan hanya mendorong kita menuju krisis pangan.

Pemerintah memang bukan sama sekali mengabaikan perlindungan terhadap petani. Untuk beberapa komoditas, pemerintah telah menugaskan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog)untuk menampung hasil panen para petani. Oleh karena itulah Kementerian Pertanian bahkan menjamin bahwa petani tidak akan mengalami kerugian akibat jatuhnya harga padi di tengah panen raya.

Ketika harga cabai anjlok di tingkat petani, misal, Kementerian Pertanian berupaya meningkatkan harga jual aneka cabai di tingkat petani, lewat koordinasi dengan perum Bulog agar menyerap produksi petani.

"Intinya sama, meminta (Bulog) segera serap, lakukan pembelian di sentra-sentra yang harganya tidak tinggi," ungkapnya.

Pada praktiknya, Perum Bulog tidak sigap menyerap hasil panen -seperti yang dibutuhkan oleh para petani. Hal itu tampak ketika harga cabai turun drastis di Kulon Progo, misal.

"Bulog tidak mau membeli cabai petani," kata Eko Purwanto, Kepala Bidang Holtikultura Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo.

Bulai Mei lalu petani padi di beberapa wilayah juga mengeluhkan rendahnya daya serap Perum Bulog terhadap hasil panen mereka. Akibat daya serap Perum Bulog yang rendah itu banyak petani merugi.

Petani memang berharap cukup banyak kepada komitmen pemerintah pada saat harga komoditasnya anjlok. Terlebih pemerintah sudah menentukan harga acuan untuk sejumlah komoditas, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Permendag itu ditujukan untuk menjamin ketersediaan, stabilitas dan kepastian harga dari beberapa komoditas bahan pokok strategis.

Bahkan, dengan Permendag itu, Perum Bulog maupun badan usaha milik negara (BUMN) dapat ditugaskan untuk membeli dari petani dan menjual kepada konsumen dengan harga sesuai harga acuan; terutama sekali jika harga di tingkat petani berada di bawah harga acuan pembelian dan harga di tingkat konsumen berada di atas harga penjualan.

Jika harga-harga naik pada tingkat konsumen, kita sering melihat ada banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkannya. Berbagai operasi pasar digelar. Berbagai pendekatan dilakukan kepada petani agar harga produk pertanian tidak melambung. Padahal, meski tidak mendapatkan bagian yang cukup besar, petani ikut sedikit merasakan keuntungan dari kenaikan harga itu.

Sementara ketika harga anjlok di tingkat petani, upaya pemerintah untuk menstabilkannya tampak tidak optimal. Kita menjadi bisa sangat memahami jeritan petani yang merasa diperlakukan tidak adil: diminta menurunkan harga ketika seharusnya mereka bisa menikmati keuntungan, namun dibiarkan sendirian ketika mereka butuh bantuan akibat anjloknya harga.

Presiden Joko Widodo memang telah berpesan agar petani juga -selain konsumen- mendapat perhatian yang baik terkait dengan stabilisasi harga. Negara, kata Presiden pada Juni lalu, "juga harus hadir memastikan para petani -sebagai produsen- bisa semakin produktif, semakin sejahtera karena mendapatkan harga komoditas yang wajar dan adil."

Pemerintah harus selekasnya menyusun kebijakan yang lebih jelas terkait dengan hal tersebut. Keadilan bagi para petani kita jangan ditunda-tunda lebih lama lagi.


Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/segerakanlah-keadilan-bagi-petni-kita

Jaringan

Kontak