Hari-hari ini hampir semua pengguna telepon seluler membicarakan topik yang sama: registrasi kartu telepon prabayar. Keriuhan para pengguna telepon seluler itu disebut oleh pemerintah sebagai antusiasme masyarakat untuk meregistrasikan kartu telepon prabayarnya.
Ada satu dua topik lain yang membonceng dalam keriuhan perbincangan. Namun hal-hal yang paling banyak diperbincangkan tetaplah urusan mekanisme teknis proses registrasi itu.
Pemerintah boleh saja menyebut keriuhan di masyarakat itu sebagai antusiasme untuk meregistrasikan. Yang jelas, respon masyarakat atas kewajiban registrasi kartu ponsel sangatlah terkait dengan kenyataan bahwa ponsel sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat.
Masyarakat tidak ingin nomor ponselnya diblokir karena tidak mematuhi ketentuan registrasi itu. Bagi warga masyarakat saat ini, kehilangan nomor ponsel -akibat pemblokiran, misal- itu hampir sama dengan kehilangan jaringan sosial.
Ketentuan untuk melakukan registrasi kartu ponsel bersandar kepada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016. Permen tersebut mewajibkan penyelenggara jasa telekomunikasi untuk melakukan registrasi ulang pelanggan prabayar yang datanya belum divalidasi, serta mewajibkan calon pelanggan prabayar untuk memberikan identitas yang valid.
Tujuannya, seperti sering disampaikan oleh Kementerian Kominfo, adalah memperkecil kemungkinan penyalahgunaan nomor ponsel prabayar. Sejumlah kasus penipuan, penyebaran konten negatif dan ujaran kebencian memang melibatkan nomor ponsel prabayar.
Ketentuan tentang registrasi nomor ponsel prabayar itu pernah dilakukan beberapa tahun lalu. Pemerintah saat itu mengeluarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 23/M.Kominfo/10/2005 tentang Registrasi Terhadap Pelanggan Jasa Telekomunikasi. Peraturan itu terbit menyusul banyaknya kasus penipuan dengan SMS yang terjadi saat itu.
Namun tampaknya peraturan itu tidak membuahkan hasil yang baik. Banyak warga mendaftarkan nomor ponselnya secara asal-asalan, dan pemerintah seperti tak punya cara untuk memvalidasi keabsahan identitas yang didaftarkan saat itu.
Sekarang, dengan basis data kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) yang jauh lebih baik, tampaknya pemerintah lebih percaya diri untuk memvalidasi data yang didaftarkan oleh pengguna ponsel.
Sampai Senin (30/10) lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengungkapkan baru ada sekitar 47 juta pelanggan prabayar yang melakukan registrasi kartu ponselnya. Sehari kemudian, tepat hari pertama program registrasi itu (31/10), pemerintah mengaku bahwa ada 18.353.061 pelanggan yang sukses melakukan registrasi secara online.
Apakah hal itu gelagat yang baik? Pemerintah boleh lebih optimis dengan capaian registrasi kali ini.
Di tengah optimisme itu, program registrasi nomor ponsel prabayar masih menyisakan sejumlah pertanyaan. Apakah benar kegiatan tersebut efektif untuk memperoleh identitas nyata dari pelanggan dan mampu memperkecil peluang penyalahgunaan nomor ponsel prabayar?
Pemerintah menjanjikan proses validasi NIK dan nomor KK yang didaftarkan akan jauh lebih baik. Dengan sistem dan data dukcapil yang semakin baik saat ini, hal tersebut sangatlah mungkin diwujudkan. Namun, sejauh ini pemerintah tidak memperlihatkan cara memverifikasi kesesuaian data NIK dan nomor KK yang didaftarkan dengan identitas sesungguhnya dari pengguna ponsel.
Bagaimana jika seorang pengguna mendaftarkan nomor ponsel prabayarnya dengan NIK dan nomor KK pihak lain? Padahal tidaklah terlalu sulit untuk mendapatkan informasi mengenai NIK dan nomor KK yang valid di Internet saat ini.
Penggunaan NIK dan nomor KK orang lain dalam registrasi nomor ponsel prabayar, bukan saja bisa dipakai untuk tindakan penipuan, namun juga bisa menjadi jalan untuk melakukan fitnah.
Masyarakat tahu bahwa pemerintah menyatakan penggunaan NIK dan nomor KK orang lain tanpa izin dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Jauh lebih penting dari itu, masyarakat perlu diyakinkan bahwa pemerintah bisa mencegah penggunaan NIK dan nomor KK orang lain dalam proses registrasi.
Hal lain yang merisaukan terkait registrasi kartu ponsel adalah perlindungan data pribadi. Saat ini memang telah ada Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik. Namun peraturan menteri itu dirasa tidak memadai.
Kita berharap registrasi nomor ponsel prabayar saat ini juga akan ikut mendorong pemerintah untuk bergegas menyelesaiakan persiapan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi. Dengan tersedianya undang-undang terkait dengan perlindungan data pribadi itu, kita berharap ada standar perlindungan data pribadi secara umum, yang jelas dibutuhkan pada era big data saat ini.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/index.php/artikel/editorial/pastikan-keamanan-data-pribadi-pengguna-ponsel