Sampai akhir minggu pertama Nopember 2002, sudah 320 pengguna email dihapus dari server Australia, dan lebih dari 120 situ web Australia dibobol dan dipampangi pesan protes sejumlah hacktivis Indonesia. Aksi ini merupakan reaksi sejumlah hacktivis Indonesia atas tindakan penggeledahan terhadap sejumlah warga negara Indonesia di Autralia yang dilakukan oleh pemerintah Australia dalam rangka propaganda anti-terorisme.
Kita tidak akan tahu secara persis kapan protes para hakctivis Indonesia dalam isu ini akan berakhir. Kecaman-kecaman dari kalangan pebisnis Internet dalam negeri dan kritik-kritik teknis dari sejumlah orang yang mengklaim diri sebagai hacker senior atau hacker elit agaknya tidak akan mempan untuk meredakan protes para hacktivis karena beberapa alasan.
Pertama, sampai saat ini kalangan hacktivis Indonesia lebih merupakan sekelompok hacker yang berpolitik ketimbang sekelompok aktivis politik yang memanfaatkan komputer. Sementara kultur hacker cenderung untuk menampikkan kewibawaan otoritas sosial normal di dunia offline. Ini berarti, beragam kecaman yang dilontarkan oleh berbagai pihak bisa hanya menjadi angin lalu saja di telinga para hacktivis.
Kedua, haktivisme lebih mementingkan tujuan-tujuan aksi ketimbang aspek-aspek teknis di dalamnya. Aspek teknis dalam haktivisme berada di wilayah metoda aksi. Oleh karenanya, upaya para pengkritik yang meremehkan kemampuan teknis para hacktivis menjadi tidak terlalu relevan. Seberapa remeh pun metoda teknis yang dipilih oleh para hacktivis akan tetap bermakna selama tujuan-tujuan aksi dapat dicapai.
Bahkan kritik atas kemampuan teknis para hacktivis boleh jadi justru akan memprovokasi para hacktivis untuk lebih mempertontonkan kemampuan teknisnya. Di era Internet yang kaya dengan informasi yang terbuka, tingkat kemampuan teknis seseorang hanyalah ditentukan oleh tingkat logika dan kesabaran untuk belajar dan melakukan ujicoba.
Lagi pula, kita tidak pernah tahu apakah sejauh ini aksi para hacktivis tersebut sudah merupakan aksi versi akhir ataukah versi beta. Di dunia pemrogramman komputer, istilah "versi beta" (beta version) berarti versi uji coba pada tingkat pengguna atas suatu pengembangan software atau hardware sebelum benar-benar diluncurkan sebagai produk akhir. Pendekatan yang sama juga diterapkan oleh para hacktivis dalam aktivisme mereka.
Beberapa hal barangkali dapat menjadi variabel yang cukup berperan dalam meredakan aksi protes gaya hacktivisme. Pertama, efektivitas aksi-aksi hacktivisme tersebut dalam mempengaruhi para pengambil keputusan untuk mengakomodasikan tujuan politiknya. Kedua, efektivitas aksi dalam mencuri perhatian publik terhadap isu yang diusung. Peran media massa menjadi penting dalam hal ini. Ketiga, tingkat kebosanan para hacktivis atas aksi yang mereka lakukan.
Tingkat kebosanan para hacktivis merupakan variable yang cukup penting. Dari sejumlah motivasi lain, ekspresi dari matinya kebosanan merupakan salah satu motivasi para hacker yang kuat untuk bertahan hidup. "Beberapa orang, jelas-jelas, memilih lebih baik mati ketimbang mengalami kebosanan abadi," tulis Linus Torvalds dalam prolog buku The Hacker Ethic and the Spirit of the Information Age karya Pekka Himanen.
Kebangkitan hacktivisme, yang merupakan konvergensi antara aktivisme dan kemampuan hacking, muncul pada tahun 1998. Pada tahun itu berbagai kelompok hacktivis di sejumlah negara melakukan sejumlah aksi dengan berbagai isu yang berbeda.
Di Indonesia pada awal tahun itu sekelompok hacktivis yang menyebut diri Kecoak Elektronik mencanangkan sebuah proyek yang disebutnya sebagai Kampanye Anti $oeharto. Sementara pada tahun yang sama di beberapa negara lain sejumlah hacktivis melakukan aksi untuk menentang uji coba nuklir di India, menyerukan kemerdekan Timor Timur, menentang diskrimasi terhadap etnis Cina di Indonesia, memprotes pembantaian sejumlah masyarakat asli di Mexico, dan menentang pengekangan hak asasi manusia di Republik Rakyat Cina.
Perkawinan antara aktivisme dan hacking ini mengarah pada sebuah bentuk pembangkangan sipil secara elektronis (Stefan Wray, 1998). Para hacktivis mentransformasikan taktik-taktik gerakan sosial yang telah dikenal sebelumnya ke dalam bentuk-bentuk khas ruang cyber: pendudukan dan blokade virtual, penyebaran viru dan worms komputer. Hacktivisme menjadi pengejawantahan dari politik aksi-aksi langsung ektraparlementer. Ini memang merupakan bentuk baru dari gerakan sosial akar rumput, dimana seseorang atau sebuah kelompok dapat berpartisipasi untuk mengekspresikan sikap politik tanpa perlu melakukan afiliasi dan menggunakan jalur lembaga-lembaga partai politik (peserta pemilu).
Fenomena hacktivisme memperlihatkan betapa Internet telah mengubah lanskap wacana dan advokasi politik (Dorothy E. Dennings, 2000). Partisipasi politik dan komunikasi politik bagi akar rumput dipermudah oleh Internet sebagai media maupun sebagai alat. Dan pada tingkat tertentu, kendali atas partisipasi akar rumput dalam politik Internet sangatlah sukar dilakukan.
Para partisipan dalam gerakan sosial akar rumput di Internet bisa apa saja dan bisa menggunakan metoda apa saja dengan berbagai pengetahuan "how-to" dan perlengkapan aksi yang tersedia gratis di Internet. Keterikatan para partisipan lebih kepada isu yang diusung ketimbang kepada afiliasi-afiliasi lembaga politik formal. Oleh karena itu, pengekangan dan pengendalian atas gerakan sosial akar rumput di Internet tidak akan pernah bisa efektif.
Hacktivisme (dan juga bentuk-bentuk lain aktivisme berbasis komputer) cukup efektif untuk menggugah perhatian publik atas issue tertentu lewat pemberitaan di berbagai media -formal maupun media taktis (tactical media). Namun, untuk sementara ini, banyak orang meragukan efektivitasnya sebagai katalisator untuk menimbulkan mobilisasi orang yang lebih besar. Meski, telah beberapa kali terbukti, beberapa aktivisme berbasis komputer telah dipakai untuk menggalang massa akar rumput dalam aksi-aksi offline.
Siapkah kita menghadapi kultur berpolitik baru ini? Yang pasti, kesiapan muntuk menyongsong kultur berpolitik baru ini tidak cukup hanya bermodalkan sekumpulan priyai-priyai baru yang melulu berkompeten di bidang teknik teknologi dan ekonomi teknologi dalam masyarat yang gagap teknologi ini.