Buku dan strategi kebudayaan kita

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

 

Minat baca masyarakat kita yang rendah, bagi sebagian orang mungkin hanya menjadi bahan untuk mengolok-olok diri sendiri. Bagi sebagian yang lain, hal itu malah menjadi pendorong untuk secara langsung terlibat merangsang masyarakat di sekitarnya untuk gemar membaca. Tentu, dengan langkah, cara dan kemampuan jangkauannya masing-masing.

Mereka yang memilih untuk melibatkan diri dalam mendorong masyarakat untuk membaca itu tersebar di berbagai lapisan. Berulang kali kita mandapatkan kabar gembira dan inspiratif tentang orang-orang atau kelompok masyarakat yang dengan tekun dan mengorbankan banyak hal demi membangun budaya membaca di sekitarnya: mengumpulkan buku, menyediakan bacaan di tempat kerja atau di lingkungannya, bahkan berkeliling dengan berbagai moda untuk menawarkan bacaan kepada masyarakat.

Pertemuan Presiden Joko Widodo pada Selasa (2/5) lalu dengan sejumlah penggiat literasi yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia memperlihatkan bahwa sebetulnya ada gerakan untuk meningkatkan minat baca yang dibangun sendiri oleh masyarakat. Pada pertemuan itu bahkan Presiden mengakui, "Tidak disentuh oleh pemerintah, tetapi mereka bergerak sendiri."

Masyarakat sudah lama bergerak sendiri untuk terlibat membangun budaya membaca. Ada yang berkelanjutan dan mulai berjejaring. Namun ada juga yang bersifat sporadis.

Gerakan masyarakat semacam ini harus diapresiasi. Namun jelas tidaklah cukup hanya mengandalkan gerakan masyarakat untuk meningkatkan minat baca. Peningkatan minat baca masyarakat tersebut justru lebih menjadi tanggung jawab negara. Ingat, salah satu cita-cita nasional, adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Membaca buku adalah bagian penting dalam ikhtiar mencerdaskan bangsa.

Karena berpengaruh besar dalam meningkatkan kualitas manusia, maka gerakan meningkatkan minat baca masyarakat haruslah menjadi bagian dari strategi kebudayaan bangsa kita. Dalam posisi itu, energi utama gerakan tersebut pastilah mengandalkan pendekatan struktural, didukung oleh kemauan dan kesadaran politik negara untuk membangun karakter manusia Indonesia.

Gerakan masyarakat yang lebih bersifat kultural -seperti sudah dilakukan selama ini- akan membuat energi utama itu meluas dan meresap ke dalam masyarakat. Tapi jelas, gerakan masyarakat tersebut tak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Gerakan peningkatan minat baca membutuhkan stamina yang baik, dan didukung oleh infrastruktur dan sistem yang mampu mengkondisikan masyarakat kita untuk lebih terbiasa dengan budaya membaca.

Salah satu problem dalam meningkatkan minat baca masyarakat yang paling terlihat adalah kemudahan akses ke buku atau bahan bacaan lain. Hal ini mengemuka juga dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan penggiat literasi. Para penggiat mengusulkan penghapusan biaya pengiriman buku ke daerah.

Permintaan itu sangatlah wajar. Penerbit buku pada kebanyakan berada di kora-kota besar di Pulau Jawa. Biaya kirim buku ke daerah tidaklah kecil. Tidak jarang seorang pembeli buku dari luar jawa harus mengeluarkan biaya pengiriman yang jumlahnya 2 sampai 3 kali lipat dari harga buku itu sendiri.

Beruntung, Presiden menyatakan akan menggratiskan biaya pengiriman buku ke daerah. Meski pun kesempatan mendapat pembebasan biaya kirim buku itu hanya satu hari dalam satu bulan, namun kebijakan Presiden tersebut sangatlah berarti dalam mempermudah masyarakat mengakses buku.

Sampai hari ini, kebijakan Presiden tersebut masih diterjemahkan secara terbatas. Ketentuan pengiriman buku gratis melalui PT Pos Indonesia masih terbatas bagi penggiat literasi dan donatur buku yang akan menyumbangkan buku ke taman bacaan masyarakat saja.

Kita berharap ketentuan tersebut diperluas. Kebijakan pembebasan biaya kirim buku tersebut akan jauh berdampak luar jika diterapkan untuk segala jenis pengiriman buku: baik sumbangan maupun komersial. Dengan memperluas ketentuan tersebut, penetrasi buku ke daerah-daerah akan jauh lebih luas dan cepat. Negara sudah selayaknya mempertimbangkan kebijakan tersebut sebagai bagian dari strategi membangun dan mengembangkan karakter bangsa kita yang berpengetahuan.

Tentu upaya meningkatkan minat baca masyarakat tidaklah hanya melibatkan soal kemudahan mendistribusikan buku atau bahan bacaan lainnya. Pembangunan taman bacaan dan perpustakaan daerah perlu digalakkan. Meski pun begitu, penyediaan taman bacaan dan perpustakaan itu pun harus disertai dengan sejumlah rencana agar masyarakat mau mengunjunginya.

Tersedianya jumlah perpustakaan tidaklah menjamin perbaikan kebiasaan membaca masyarakat. The World's Most Literate Nations (WMLN) pada 2016 memperlihatkan bahwa kebiasaan membaca masyarakat Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara. Padahal peringkat ketersediaan perpustakaan Indonesia menempati urutan ke 36.

Selain menyediakan infrastruktur dan sistem pendistribusian buku yang berpihak kepada masyarakat, kemauan dan kesadaran politik negara untuk membangun budaya baca juga harus mampu memberikan insentif kepada para penerbit, book packager, penulis, penerjemah maupun penyadur untuk menyediakan bahan bacaan yang bagus kepada masyarakat.

Hal itu semua harus disertai dengan sistem pendidikan yang mendorong setiap orang untuk menyadari pentingnya membaca untuk meningkatkan kualitas hidup dirinya dan masyarakatnya. Tanpa sistem pendidikan semacam itu, segala penyediaan infrastruktur dan berbagai insentif akan sia-sia saja.

Akhir April lalu, DPR telah mengesahkan Undang-undang Sistem Perbukuan. Meski pun meliputi tentang tanggung jawab pemerintah dalam mengembangkan budaya baca, undang-undang tersebut tampak lebih berfokus kepada industri penerbitan buku. Bahkan undang-undang tersebut lebih banyak mengurusi detail teknis penerbitan buku sehingga terasa seperti prosedur operasi standar sebuah usaha penerbitan.

Sayang sekali. Padahal yang kita butuhkan sekarang adalah adalah undang-undang maupun peraturan yang memosisikan minat baca sebagai bagian penting dari strategi kebudayaan bangsa ini. Kita membutuhkan undang-undang yang memastikan keterlibatan negara dalam menyokong pembangunan dan pembentukan karakter manusia Indonesia yang mulia.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/buku-dan-strategi-kebudayaan-kita

Jaringan

Kontak