Pada 2015, diperkirakan ada 31 ribu orang dari 86 negara yang bergabung dengan ISIS untuk bertempur di Timur Tengah. Tujuh ratus orang di antaranya berasal dari Indonesia. Angka 2 persen dari jumlah total prajurit ISIS itu tentu bukan angka yang sedikit.
Sejak ISIS terdesak di Suriah dan Irak, para prajurit ISIS dari berbagai negara harus mundur dari wilayah itu. Begitu juga prajurit ISIS yang berasal dari Indonesia. Apakah semua prajurit ISIS asal Indonesia benar-benar pulang kampung? Belum tentu.
Para ahli melihat, setelah terdesak di Timur Tengah, prajurit ISIS dari Asia Tenggara berkumpul di Filipina bagian selatan. Tepatnya di kawasan Mindanao dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Pasti bukan tanpa alasan sel-sel ISIS membangun basisnya untuk Asia Tenggara di kawasan tersebut. Meskipun pemerintah Filipina telah mengawasi wilayahnya itu dengan upaya terbaik, kawasan tersebut tetap saja dikenal sebagai salah satu daerah yang paling mudah untuk menyelundupkan senjata.
Selain itu, faktor lain yang dianggap menjadi penggoda sel-sel ISIS mengincar Filipina selatan adalah ketidakstabilan dan arus pengungsi dalam negeri di wilayah tersebut. Dengan kedua faktor tersebut, kedatangan para prajurit ISIS dari berbagai negara menjadi lebih leluasa.
Selebihnya, kawasan Filipina selatan bukanlah daerah baru bagi kaum militan. Sudah sejak lama Mindanao dikenal sebagai salah satu basis militan. Kelompok militan Abu Sayyaf, yang dikenal dengan aksi penculikan, penyanderaan dan pemenggalan warga asing, telah menjadikan kawasan tersebut sebagai daerah operasinya.
Para ahli terorisme sangat yakin bahwa kawasan selatan Filipina tersebut telah menjadi basis ISIS untuk Asia Tenggara. Di kawasan itulah divisi Asia Timur ISIS didirikan. Di wilayah itu para prajurit ISIS berlindung setelah terdesak di Timur Tengah. Lalu di situ pula mereka berlatih bertempur.
Adakah prajurit ISIS asal Indonesia di wilayah itu?
Minggu ketiga April lalu tentara pemerintah Filipina melakukan serangan ke markas faksi militan Maute, yang dijaga sekitar 150 orang. Meskipun jarang sekali melakukan aksi teror yang serius, kelompok Maute yang dipimpin kakak-adik Abdullah dan Omar Maute itu sering dianggap lebih kuat ketimbang kelompok militan Abu Sayyaf. Baik Kelompok Maute maupun Abu Sayyaf -yang semula condong ke Al Qaeda- sama-sama berbaiat kepada ISIS.
Dalam serangan yang menewaskan 36 anggota kelompok Maute, militer Filipina menemukan 3 paspor warga negara Indonesia (WNI). Apakah temuan paspor WNI di kamp Maute itu mengindikasikan bahwa sebagian prajurit ISIS asal Indonesia berkumpul di kawasan itu?
Sambil menunggu data-data paspor tersebut bulan lalu, pihak Polri menyatakan tidak terkejut atas temuan tersebut.
"Memang dari beberapa tersangka terorisme di Indonesia terbukti pernah melakukan pelatihan di Filipina Selatan. Mereka berafiliasi dengan Abu Sayyaf," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Martinus Sitompul April lalu seperti dikutip Antara.
Keberadaan WNI yang menjadi anggota ISIS di Filipina dikonfirmasikan oleh pernyataan Jaksa Agung Filipina Jose Calida. Setelah pertempuran pecah di Marawi pada akhir Mei lalu, Calida degan jelas mengatakan bahwa ada warga Malaysia, Indonesia, dan Singapura serta orang asing lainnya yang bergabung dengan kelompok Maute yang menyerang kota Marawi.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah menerapkan darurat militer di wilayah Mindano, merespon situasi genting di kawasan tersebut. Bahkan Presiden Duarte mendorong militer untuk bertempur secara total memerangi kelompok militan di kawasan tersebut. Pada akhir Mei lalu, militer Filipina tampak sudah menguasai situasi di Marawi. Kelompok militan pendukung ISIS terdesak.
Melihat kedekatan wilayah Filipina bagian selatan dengan negara kita, situasi terdesaknya kelompok pendukung ISIS tersebut patut diwaspadai. Kemungkinan larinya prajurit ISIS binaan militan di Filipina selatan ke wilayah kita sangatlah berpeluang.
Menko Polhukam Wiranto menyatakan bahwa pemerintah telah mengantisipasi kemungkinan masuknya pelarian ISIS dari Filipina selatan ke Indonesia. TNI juga menyatakan kesigapannya mengantisipasi masuknya ISIS ke wilayah Indonesia.
"Wilayah Indonesia yang terdekat itu Sulawesi Utara, Ambon, dan Halmahera. Nah itu sudah diantisipasi oleh Panglima Kodam masing-masing," kata Kadispenad Brigjen TNI Alfret Denny Tuejeh seperti dikutip detikcom.
Kita percaya dan berharap TNI dan Polri bisa mengantisipasi pelarian-pelarian yang kalah perang itu ke Indonesia. Tentu tidak mudah, terutama sekali karena ada WNI di antara mereka. Mereka akan lebih tampak seperti warga yang pulang kampung, ketimbang pelarian kelompok yang kalah perang dari negara lain.
Kewaspadaan terhadap masuknya kelompok yang jelas telah berbait kepada ISIS tersebut harus ditingkatkan. Bagaimana pun, mereka bukan sekadar orang yang secara ideologi telah menyatakan kesetiaannya kepada imperialisme ISIS. Mereka adalah orang-orang yang sangat berbahaya karena telah terlatih di daerah pertempuran yang sesungguhnya.
Tanpa harus bersikap paranoid, kewaspadaan bersama memang patut ditingkatkan. Kita tidak ingin persatuan dan kedamaian di negeri ini terus dirongrong oleh kelompok yang bertentangan dengan konstitusi kita.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://beritagar.id/artikel/editorial/mewaspadai-pelarian-isis-dari-filipina