Meningkatkan kualitas angkatan kerja kita

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

Bagi Presiden Joko Widodo infrastruktur adalah fondasi. Itu sebabnya, dalam tiga tahun pertama pemerintahannya, pembangunan infrastruktur menjadi pekerjaan besar tahap pertamanya.

Namun, bagi Joko Widodo, fondasi itu bukan cuma infrastruktur; melainkan juga sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, seperti disampaikan Joko Widodo kepada detikcom tahun lalu, "Tahapan besar kedua kita ke sumber daya manusia."

Kita mungkin boleh berharap bahwa pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla memang sungguh akan memberikan perhatian kepada pembangunan SDM pada paruh kedua masa pemerintahannya. Setidaknya, awal tahun 2018 ini, kita mendapatkan pernyataan Presiden terkait hal tersebut.

"Saya ingin pada 2018 kita memberikan perhatian kepada peningkatan investasi SDM -sumber daya manusia- karena jumlah penduduk kita 250 juta, 60% di antaranya adalah anak-anak muda," kata Presiden Joko Widodo saat membuka Sidang Kabinet Paripurna Rabu (3/1/2018) lalu.

Konteks SDM dalam pernyataan-pernyataan Presiden selama ini lebih merujuk kepada angkatan kerja dalam masyarakat kita. Komposisi angkatan kerja dalam masyarakat kita saat ini memang perlu mendapat perhatian.

Data BPS Februari tahun lalu memperlihatkan bahwa kualitas angkatan kerja kita tidaklah baik. Mereka yang berpendidikan Sekolah Dasar ke bawah mencapai 42,23 persen dari total angkatan kerja. Kelompok ini menjadi mayoritas.

Menyusul kemudian kelompok berpendidikan SMP (18,16%), SMA (16,48%), SMK (10,87%), Universitas (9,31%), dan Diploma I/II/III (2,95%).

Jika tidak dibenahi, kualitas SDM yang payah itu bukan saja menghilangkan peluang bangsa kita untuk meraih keuntungan dari bonus demografi yang sudah kita masuki ini; tapi malah bisa memicu krisis yang tidak menguntungkan masa depan kita.

Sejumlah langkah sudah diambil. Dua tahun lalu Presiden telah mengeluarkan Inpres tentang revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Inpres itu mengarah kepada upaya untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi lulusan SMK. Link and match antara sekolah dengan dunia usaha menjadi kuncinya.

Program revitalisasi yang dilaksanakan, menurut Prof Dr Samsudi MPd -dari tim pendamping revitalisasi SMK Direktorat Pengembangan SMK Kemendikbud, meliputi kurikulum, cara pembelajaran, profesionalitas guru dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta akses sertifikasi kompetensi. Akhir 2017 lalu, revitalisasi SMK tahap II ditargetkan tuntas.

Kebutuhan link and match itu tentu tidak hanya berada di tingkat SMK. Namun begitu juga dengan pendidikan di level atasnya.

Industri perlu mengambil peran yang memadai untuk memerikan masukan terhadap kurikulum pendidikan agar tidak ada kesenjangan antara kebutuhan nyata di industri dengan pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan di lembaga pendidikan; serta menyediakan fasilitas praktik dan magang bagi para siswa atau mahasiswa serta guru atau dosennya.

Kesediaan pihak industri untuk mengambil peran itu menjadi sisa-sia jika lembaga pendidikan tidak cukup responsif terhadap masukan-masukan yang diterimanya. Keterbukaan dan kesediaan lembaga pendidikan untuk melakukan penyesuaian pun ikut menjadi kunci keberhasilan

Pada akhir 2016 lalu pemerintah, lewat Kementerian Ketenagakerjaan, meluncurkan program Pemagangan Terpadu Tingkat Nasional. Program itu ditujukan untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja. Saat itu Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri menargetkan, sekitar 200 ribu tenaga kerja bisa magang di perusahaan-perusahaan di bawah naungan Kadin (Kamar Dagang Indonesia).

Tercapaikah target itu? Pada acara penyerahan sertifikat kompetensi peserta pemagangan, Menaker Hanif menyatakan, jumlah peserta magang mencapai 56.119 orang. Cukup jauh selisih antara target dan capaian yang terlaksana.

Tahun 2018 ini Menaker Hanif menargetkan sebanyak 400 ribu peserta magang dengan melibatkan 8.000 instruktur. Presiden Joko Widodo memerintahkan Menaker Hanif untuk merancang secara serius agar pada tahun 2019 sebanyak 1,4 juta orang bisa ikut program pemagangan dan bisa memperoleh sertifikat kompetensi.

Angka-angka yang disebut terakhir sangat fantastis lompatannya dibandingkan capaian yang diperoleh tahun ini. Tanpa bermaksud bersikap pesimistis, Kemenaker tampaknya harus lebih saksama dalam merancang programnya agar target yang tak main-main itu bisa dicapai. Dan mustahil rasanya target itu bisa dicapai tanpa keterlibatan pemangku kepentingan lainnya.

Pendidikan dan pelatihan vokasi tentu bukan segalanya untuk menyiapkan kualitas angkatan kerja kita. Selain itu, perbaikan kualitas angkatan kerja itu sudah barang tentu harus diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja yang juga memadai.

Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/meningkatkan-kualitas-angkatan-kerja-kita

Jaringan

Kontak