Dalam beberapa bidang kegiatan, orang membedakan antara perkataan dan tindakan. Obrolan, pembicaraan, pemberian pernyataan, atau pidato tidak dikategorikan sebagai tindakan.
Tapi pandangan itu tidak berlaku untuk politik. Percakapan dan pemberian pernyataan, di dalam politik, adalah salah satu bentuk tindakan.
Politik adalah salah satu tempat yang baik untuk melihat kata-kata menunjukkan kekuatannya. Para politisi memakainya untuk memengaruhi persepsi publik dan membangun citra serta imaji sebagai bagian dari membangun perimbangan kekuatan.
Itu sebabnya, dalam konteks politik, salah ucap hampir tidak bisa diterima. Setiap pernyataan diasumsikan sebagai sebuah tindakan politik yang terencana.
Maka sangatlah wajar jika pernyataan Zulkifli Hasan, Ketua MPR yang juga ketua Partai Amanat Nasional, mendapat sorotan baru-baru ini. Bukan hanya dari sesama politisi, namun juga dari publik.
Saat menghadiri Tanwir I Aisyiyah di Surabaya Sabtu (20/1/2018), Zulkifli memberikan pernyataan yang mengejutkan. Seperti dilaporkan oleh Kantor Berita Antara, pada kesempatan itu Ketua MPR menyatakan, "Saat ini di DPR sedang dibahas soal undang-undang LGBT atau pernikahan sesama jenis. Sudah ada lima partai politik menyetujui LGBT."
Pernyataan ini tentu mengejutkan. Setidaknya karena dua hal. Pertama, publik tidak pernah mendengar para legislator sedang mempersiapkan undang-undang LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender ) maupun undang-undang pernikahan sejenis.
Kedua, LGBT adalah isu sensitif yang sejauh ini tidak didukung oleh mayoritas warga masyarakat kita sehingga sangatlah mengejutkan jika ada lima partai politik memberikan dukungan kepada LGBT.
Pernyataan tersebut sama mengejutkannya dengan pernyataan Zulkifli yang lain. Masih pada hari yang sama, seperti dilaporkan Kantor Berita Antara juga, Zulkifli memberikan pernyataan, "Sekarang ini sudah ada delapan partai politik di DPR RI yang menyetujui minuman keras dijual di warung-warung."
Meskipun tidak sedikit warga masyarakat yang mengonsumsi minuman keras, namun secara normatif mayoritas warga masyarakat kita menghendaki pembatasan peredaran minuman keras. Jadi, sangatlah mengejutkan jika ada 8 partai politik menyetujui penjualan minuman keras di warung-warung.
Persoalannya, apakah pernyataan-pernyataan mengejutkan Ketua MPR itu berdasarkan fakta-fakta?
Apakah benar parlemen sedang membahas rancangan undang-undang LGBT atau perkawinan sesama jenis? Apakah benar, dalam konteks itu, ada 5 partai politik yang memberikan dukungan kepada LGBT?
Apakah benar ada 8 partai politik mendukung penjualan minuman keras di warung-warung? Jika memang ada, dalam konteks apakah dukungan partai politik itu?
Bambang Soesatyo, Ketua DPR, membantah adanya pembahasan rancangan undang-undang LGBT. "Tidak ada pembahasan UU LGBT. Itu masuk dalam pembahasan RUU KUHP," kata Bambang seperti dikutip detikcom.
Menurut Ketua DPR, semangat yang terlihat dalam pembahasan RUU KUHP itu adalah penolakan terhadap LGBT. "Saya nggak yakin ada fraksi yang setuju soal LGBT," katanya.
Begitu juga soal minuman keras. Menurut Bambang, pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol di DPR belum selesai. Belum ada pemaparan sikap fraksi.
Ketua Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol DPR RI, Arwani Thomafi, juga menyatakan hal serupa. Bahkan dengan tegas Armani menyampaikan, "Tidak benar bila ada informasi yang menyebutkan soal komposisi fraksi-fraksi di DPR yang setuju minuman beralkohol dijual secara bebas."
Zulkifli Hasan sendiri belakangan seolah meralat pernyataannya. Kepada Jawapos.com Zulkifli mengatakan, "Lima fraksi menolak LGBT."
Namun, di era digital ini, orang sangat merekam dan menyebarkan jejak. Video pernyataan Zulkifli Hasan tentang LGBT maupun minuman keras masih bisa dijumpai, untuk memastikan apakah media melakukan salah kutip atau tidak.
Apakah pernyataan-pernyataan mengejutkannya itu merupakan bagian dari upaya membangun citra politiknya sendiri dan mendelegitimasi pihak politik lain? Politisi, siapapun -termasuk Zulkifli Hasan, tentu saja bisa melakukan manuver-manuver politik -terlebih di tahun politik seperti sekarang.
Pertanyaannya, apakah etis melakukan manuver politik dengan cara menyampaikan pernyataan yang sumir?
Bahkan lebih dari itu, publik pastilah berharap Ketua MPR menjaga marwah kenegarawanannya. Sebagai ketua di sebuah lembaga tinggi negara, Zulkifli Hasan tentulah diharapkan publik memilih tindakan politik yang lebih terhormat ketimbang melemparkan pernyataan sumir yang bisa meresahkan masyarakat.
Menyatakan ada dua isu sensitif -LGBT dan minuman keras- didukung oleh lebih dari separuh legislator di DPR itu sama dengan membangun persepsi kegentingan yang luar biasa, yang bisa menyebarkan rasa cemas di tengah masyarakat. Sangatlah disayangkan jika pernyataan itu pun ternyata tidak didukung oleh fakta.
Untuk menjaga marwah kenegarawanannya sendiri, para politisi yang sedang duduk dalam posisi terhormat di lembaga-lembaga tinggi negara haruslah menjaga lisannya. Setiap pernyataannya adalah tindakan politiknya, yang memengaruhi publik. Dan itu harus dilakukan dengan cara-cara yang terhormat.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/menjaga-lisan-ketua-mpr