Akhir tahun lalu, Arief Hidayat dilaporkan ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) atas dugaan melakukan lobi kepada pihak-pihak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan perpanjangan masa jabatannya sebagai Ketua MK. Banyak pihak menunggu hasil pemeriksaan Dewan Etik MK atas laporan tersebut.
Pada Kamis (11/1/2018) dua minggu lalu, Dewan Etik MK telah menuntaskan pemeriksaan itu. Dari pemeriksaan tersebut, Dewan Etik MK memutuskan bahwa Arief telah terbukti melakukan pelanggaran ringan terhadap Kode Etik Hakim Konstitusi.
Mengapa perbuatan Arief Hidayat yang mendatangi anggota DPR untuk membicarakan perpanjangan masa jabatannya itu dinyatakan pelanggaran ringan?
Sebagai pihak yang akan mengikuti tahap pemilihan Ketua MK saat itu, menurut Anggota Dewan Etik MK Sholahuddin Wahid, Arief seharusnya tidak memenuhi undangan dari Pimpinan Komisi III DPR.
"Pelanggaran ringan karena undangan yang diberikan tidak mencantumkan waktu, hanya kepada pimpinan MK. Terlapor sebaiknya tidak menghadiri undangan DPR, dan yang menghadiri sebaiknya Wakil Ketua agar tidak berpotensi menimbulkan masalah seperti ini," kata Sholahuddin -yang biasa dipanggil Gus Sholah itu.
Atas pelanggaran ringan itu, Arief dijatuhi sanksi berupa teguran lisan.
Putusan Dewan Etik MK itu dirasakan terlalu ringan. Bahkan Ketua Dewan Etik MK itu sendiri, Achmad Roestandi, mengaku memberikan rekomendasi sanksi berat terhadap Arief.
"Saya sendiri mengusulkan untuk ditetapkan untuk melakukan pelanggaran berat. Tetapi saya tidak sendiri bisa memutuskan sehingga dalam keputusan bersama dengan melihat alat bukti dan keyakinan," kata Achmad
Ini bukanlah pelanggaran kode etik yang pertama kali dilakukan oleh Arief Hidayat sebagai Ketua MK. Tahun 2016, oleh Dewan Etik MK, Arief juga telah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Putusan tersebut terkait dengan tindakan Arief membuat katebelece -atau surat referensi untuk mendapatkan perlakuan istimewa- yang ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Widyopramono.
Dalam surat itu, Arief meminta agar kerabatnya yang membawa katabelece tersebut "dibina dijadikan Anak Bapak". Itu adalah eufemisme sekaligus sinyal untuk meminta perlakuan istimewa.
Pada saat melakukan pelanggaran kode etik pertama kali itu saja, tuntutan agar Arief mundur cukup besar datang dari berbagai pihak. Sebagai lembaga pengawal konstitusi, banyak pihak memandang seharusnya MK mempunyai standar kode etik yang tinggi.
Itu sebabnya, menjadi sangat bisa dimengerti apabila sekarang sangat besar desakan agar Arief mundur dari jabatannya. Desakan mundur itu disuarakan oleh Koalisi Masyarakat Selamatkan Mahkamah Konstitusi, Pimpinan PP Muhammadiyah, dan bahkan oleh pegawai MK itu sendiri.
Abdul Ghoffar Husnan, nama pegawai MK tersebut, mengatakan kepada detikcom, "Ibarat permainan sepak bola, akumulasi dua kartu kuning adalah kartu merah. Secara gentlemen ia harus menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat lalu mengundurkan diri."
Desakan mundur dari pegawai MK itu ditanggapi secara lebih personal oleh Arief Hidayat.
"Kasihan anak ini, dia sakit hati kepada saya," kata Arief kepada detikcom.
Ungkapan itu menyiratkan, Ketua MK menganggap enteng pelanggaran-pelanggaran kode etik yang telah dilakukannya maupun desakan mundur yang datang dari berbagai pihak.
Sikap menganggap enteng pelanggaran kode etik seperti itu, sebetulnya, patut disesalkan. Meskipun tidak mengandung konsekuensi hukum, pelanggaran kode etik bukanlah perkara remeh temeh; terlebih jika pelanggaran itu terjadi di lembaga hukum pengawal konstitusi.
Kode etik mengatur standar perilaku orang yang berada di sebuah lembaga atau organisasi. Lewat kode etik itulah sebuah lembaga menerapkan dan menjaga standar nilai etika yang dijunjungnya dalam tindak-tanduk serta perilaku profesi.
Kode etik disusun untuk memastikan semua orang dalam lembaga tersebut akan bertindak sesuai dengan standar nilai dan visi lembaga. Lebih dari itu, kode etik diberlakukan untuk membangun dan menjaga martabat lembaga, profesi, dan diri sendiri.
Itu sebabnya, dalam konteks pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua MK tersebut, desakan agar Arief Hidayat mundur dari jabatannya sangatlah bisa dipahami.
Bahkan sangatlah bijak andai, selepas keluarnya putusan Dewan Etik MK atas pelanggaran yang dilakukannya, Ketua MK segera mengumumkan pengunduran dirinya. Itu adalah tindakan yang sangat bertanggung jawab demi menjaga martabat lembaga dan profesi, dan merawat kehormatan diri sendiri.
Bahkan langkah pengunduran diri tersebut akan menjadi jalan terhormat demi menjaga kepercayaan publik kepada MK, serta menjadi teladan dalam mengembangkan budaya malu di tengah pejabat negara.
Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/jalan-terhormat-bagi-pelanggar-kode-etik