Patuhilah perundangan dalam mengelola uang negara

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017 kepada DPR Selasa (3/10) lalu. IHPS tersebut mengungkapkan bahwa dari 645 laporan keuangan, 469 di antaranya -atau 73 persen dari laporan itu- mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dalam IHPS yang sama, BPK juga mengungkapkan bahwa "hasil pemeriksaan atas kinerja memuat kesimpulan kinerja yang cukup efektif".

Selain itu, yang perlu mendapat perhatian, IHPS tersebut juga mengungkapkan adanya ribuan permasalahan yang bernilai puluhan triliun rupiah. Angka yang tidak sedikit.

BPK mengungkapkan adanya 9.729 temuan. Ribuan temuan itu mengandung 14.997 permasalahan, yang bisa dibedakan dalam 3 kategori.

Pertama, permasalahan yang terkait dengan kelemahan dalam sistem pengendalian intern. Permasalahan ini berjumlah 7.284, atau sekitar 48,6 persen dari total permasalahan yang ada.

Kedua, permasalahan yang terkait dengan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Jumlah permasalahan terkait hal-hal tersebut mencapai 164. Masalah ketidakefektifan menduduki jumlah terbanyak; yaitu 122 permasalahan. Sedangkan masalah ketidakefisienan berjumlah 30, dan ketidakhematan berjumlah 12.

Ketiga, permasalahan yang terkait dengan ketidakpatuhan kepada perundang-undangan. Ada 7.549 masalah terkait dengan hal tersebut; atau lebih dari 50 persen dari total permasalahan yang ditemukan.

Di luar permasalahan yang terkait dengan kelemahan dalam sistem pengendalian intern, permasalahan-permasalahan yang ditemukan BPK itu berdampak finansial yang bernilai tinggi. Ketidakhematan, misal, bernilai Rp11,96 miliar. Ketidakefisienan bernilai Rp574,31 miliar. Sedangkan permasalahan yang terkait dengan ketidakefektifan bernilai Rp1,67 triliun.

Permasalahan yang terkait dengan ketidakpatuhan kepada perundangan berdampak finansial lebih besar dari hal-hal tadi. Meski memang tidak semua permasalahan yang terkait dengan ketidakpatuhan kepada undang-undang itu berdampak finansial.

Dari 7.549 permasalahan yang terkait dengan ketidakpatuhan kepada undang-undang tersebut, 2.842 diantaranya berupa penyimpangan administrasi yang tidak berdampak finansial. Sisanya, 4.707 permasalahan mempunyai dampak finansial yang sangat besar.

Memang tidak semua permasalahan yang mempunyai dampak finansial itu berupa kerugian. BPK membaginya menjadi 3 kategori akibat finansial dari permasalahan ketidakpatuhan kepada perundangan tersebut.

Pertama, yang mengakibatkan kerugian. Dampak finansialnya bernilai Rp1,81 triliun.

Kedua, yang mempunyai potensi kerugian. Dampak finansialnya bernilai Rp4,89 triliun.

Ketiga, yang mengakibatkan kekurangan penerimaan. Kategori ini mengandung dampak finansial yang bernilai paling besar. Yaitu Rp18,44 triliun.

Permasalahan yang berjumlah 14.997 dalam IHPS itu berdampak finansial Rp27,39 triliun. Pada saat pemeriksaan, menurut BPK seperti diungkapkan dalam keterangan pers, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah Rp509,61 miliar.

Dampak finansial yang diungkap dalam IHPS tersebut sangat besar. Kita berharap semua entitas bisa menindaklanjuti rekomendasi dari hasil pemeriksaan di lembaganya masing-masing. Sebab, seperti disampaikan Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, "Efektivitas hasil pemeriksaan BPK akan tercapai jika laporan hasil pemeriksaannya ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa."

Melihat dampak finansial yang ditimbulkan dari permasalahan yang muncul dalam IHPS tersebut, BUMN dan badan lainnya -di luar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda)- perlu memberikan perhatian yang lebih besar lagi kepada optimalisasi penerimaan dan efektivitas dalam pengelolaan keuangannya.

IHPS menunjukkan bahwa dampak finansial yang muncul dari permasalahan yang terdapat di BUMN dan badan lainnya itu mencapai Rp20,53 triliun; atau 75 persen dari total dampak finansial yang muncul dari permasalahan yang ada -yang sebagian berbentuk kekurangan penerimaan.

Pemda juga harus membenahi diri dalam pengelolaan keuangan negara. IHPS kali ini menunjukkan bahwa Pemda menyumbang 81% dari 14.997 permasalahan yang muncul. Dampak finansial yang berupa kerugian yang terbesar dalam IHPS tersebut juga berasal dari permasalahan pengelolaan keuangan Pemda -yakni 62 persen dari total kerugian yang dilaporkan. Transfer dana ke daerah yang semakin meningkat setiap tahunnya tentu menuntut pengelolaan keuangan yang akuntabel.

Di atas itu semua, kepatuhan kepada perundangan adalah hal yang sebetulnya tak bisa ditawar. Seluruh lembaga negara dan BUMN sudah seharusnya memahami seluk beluk hukum dan perundangan. Pembangkangan terhadap perundangan itu sungguh tidak bisa diterima.

Kepatuhan kepada perundangan bukan semata-mata demi pemenuhan kesesuaian formal adminsitratif. Lebih dari itu, kepatuhan kepada perundangan menjadi bagian dari menjaga tatanan dan memastikan kesesuaian arah yang dituju dalam bernegara.


Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/patuhlah-kepada-perundangan-dalam-mengelola-uang-negara

Jaringan

Kontak