Jangan biarkan kasus hukum terbengkalai

Ilustrasi oleh Salni Setyadi

Sekarang memang era informasi. Berbagai informasi datang dan pergi dengan cepat; dalam jumlah yang besar pula. Meski begitu, tidak sepenuhnya benar bahwa masyarakat akan lebih mudah untuk melupakan informasi mengenai satu peristiwa karena desakan informasi-informasi lain.

Untuk kasus-kasus yang pernah menyita perhatian begitu besar, masyarakat masih tetap mengingatnya. Teknologi digital bahkan membantu masyarakat untuk memantau sekaligus melacak jejak perkembangan kasus-kasus tersebut sejauh pernah diberitakan oleh pers.

Pada era sekarang tampaknya tidak terlalu berguna untuk membuat masyarakat lupa terhadap peristiwa yang pernah menyita ingatannya, misal, dengan membanjirinya dengan informasi-informasi dan isu-isu lain.

Ada sejumlah kasus yang pernah menyita perhatian kita pada tahun ini, yang belum jelas kelanjutannya. Dan kita belum melupakannya.

Kasus teror terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan adalah salah satunya. Peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terjadi pada April, enam bulan yang lalu. Sampai hari ini kasus tersebut belum terungkap. Siapa pelakunya dan apa motifnya?

Sebulan setelah peristiwa penyerangan, polisi melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga terlibat dalam penyerangan itu. Namun baik orang berinisial AL maupun Mico -yang ditangkap secara terpisah dan berbeda waktu- dinyatakan tidak terlibat dalam penyerangan itu.

Tidak hanya di ditangani oleh Polda Metro Jaya, perburuan terhadap pelaku penyerangan juga didukung oleh Markas Besar Polri. Sampai bulan Juli, penanganan kasus ini barulah menghasilkan 3 sketsa orang yang diduga terlibat dalam penyerangan.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian, yang sudah melaporkan perkembangan kasus tersebut ke Presiden, menyatakan bahwa kasus penyerangan terhadap Novel lebih sulit dari kasus bom Bali dan Kampung Melayu. Presiden, yang sudah menerima laporan itu, juga sudah memerintahkan Kapolri untuk segera menuntaskannya.

Polisi mengaku, sudah banyak langkah dilakukan untuk menuntaskannya. Mulai dari memeriksa Novel di Singapura, menambah jumlah penyidik untuk kasus tersebut, bahkan melibatkan kepolisian Australia. Namun, sampai hari ini kasus tersebut seperti belum bergerak dari 3 sketsa itu, yang oleh polisi sendiri disebut"masing-masing tidak sesuai dengan yang diharapkan."

Bagi masyarakat, meski diaku-aku mengalami kemajuan, kasus ini nyaris jalan di tempat selama 6 bulan. Tentu masyarakat membandingkannya dengan kasus lain yang ditangani jauh lebih cepat oleh polisi.

Wajarlah jika khalayak bertanya-tanya: ada apa gerangan di balik kasus ini?

Selain terhadap kasus penyerangan Novel Baswedan, masyarakat juga heran dengan perkembangan kasus yang pernah menyita perhatian pada awal tahun ini: kasus pemufakatan makar. Ada dua kasus yang disebut-sebut oleh polisi terkait dengan pemufakatan makar.

Kasus pertama menyita perhatian kita karena para tersangkanya adalah beberapa politisi yang namanya cukup dikenal dan waktu penangkapannya bersamaan dengan aksi demonstrasi besar yang berlangsung pada 2 Desember 2016. Sepuluh orang dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Beberapa pihak meragukan kasus tersebut terkait dengan tindakan makar. Namun Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan bahwa polisi memiliki bukti yang kuat adanya tindakan pemufakatan makar dalam kasus tersebut.

Pada bulan Juli pihak kepolisan mengaku masih berkoordinasi dengan Kejaksanaan Tinggi DKI Jakarta untuk membereskan berkas kasus tersebut. Sampai hari ini tidak ada kejelasan mengenai kelanjutan kasus tersebut.

Hal serupa juga terjadi pada kasus makar lain, yaitu penangkapan terhadap lima tersangka yang berlangsung pada akhir Maret lalu.

Polisi menyatakan telah melimpahkan berkas kasus tersebut kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada akhir Mei. Pada pertengahan Juli polisi mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Al Khaththath, salah satu tersangka kasus tersebut. Sampai hari ini tak ada kabar yang jelas kapan kasus tersebut akan dibawa ke pengadilan.

Itu adalah tiga dari sejumlah kasus yang menarik perhatian publik yang perlu mendapat perhatian para penegak hukum negeri ini. Kejelasan dan penuntasan kasus-kasus tersebut sangat ditunggu oleh masyarakat.

Boleh jadi kasus-kasus semacam itu bersinggungan dengan persoalan dan kepentingan politik. Namun itu tidak berarti penyelesaian hukum atas kasus-kasus tersebut boleh diabaikan. Hukum tetap harus menjadi panglima dalam ketertiban hidup bernegara, bukan politik.

Membiarkan kasus-kasus hukum terbengkalai, tanpa kejelasan dan penuntasan, tidaklah sehat bagi tumbuhnya kehidupan sosial politik yang berlandaskan kepada hukum. Kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan penegakannya dapat terganggu oleh ingatan-ingatan kepada kasus-kasus yang terbengkalai.

Persoalan politik mungkin bisa diselesaikan dengan pendekatan politik. Namun kasus hukum haruslah diselesaikan dengan cara hukum agar dasar ketertiban sosial kita tetap terjaga.


Diterbitkan sebagai Editorial Beritagar.id
URL sumber: https://lokadata.id/artikel/jangan-biarkan-kasus-hukum-terbengkalai

Jaringan

Kontak