Menulis Itu Persuasi

"Flirtation" karya Eugene de Blaas

Seorang novelis harus mengerahkan seluruh keterampilannya agar pembacanya mempercayai jalan dan seluruh sisi bangunan cerita dalam novelnya. Para pembaca yang teryakinkan oleh upaya si novelis akan menyebut novel itu sebagai karya yang bagus. Sebaliknya, pembaca yang tak teryakinkan, akan menganggap novel itu buruk.

Begitu juga dengan para penulis kolom, esai, makalah, dan bahkan naskah iklan. Mereka menulis untuk meyakinkan orang lain agar mau bersepakat dengan posisinya dalam melihat sebuah masalah atau produk.

Bagaimana dengan wartawan? Sama saja. Berita yang dia tulis akan menjadi sia-sia jika pembaca tidak teryakinkan bahwa peristiwa-peritwa yang tertulis dalam berita itu benar-benar terjadi.

Pada kebanyakan jenis tulisan, tindakan menulis adalah sebuah persuasi.  Pada saat menulis,  anda sedang mencoba meyakinkan pembaca anda agar mau bersepakat dengan anda dalam melihat sesuatu. Filsafat politik dalam komunikasi tertulis adalah: “Typing is Convincing, Reading is Believing”

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan oleh seorang penulis pada saat ia mencoba meyakinkan pembacanya.

Pertama, menghormati pembaca. Tugas penulis adalah mempertimbangkan pikiran, pengalaman, dan perasaan pembaca agar mereka juga mau dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan sudut pandang anda. Dalam rangka ini pula seorang penulis dituntut untuk menyajikan tulisan yang jernih; tidak merepotkan pembaca.

Tidak ada orang yang tanpa pengalaman, dan tak juga ada orang yang pernah mengalami semua hal. Tidak ada orang yang sama sekali tidak tahu apa-apa, dan tak ada juga orang yang tahu segala urusan. Demi menghormati pembacanya,  itulah yang patut dipertimbangkan oleh seorang penulis ketika memilih kata, memaparkan detil, atau mengajukan argumen.

Kedua, penulis harus berlaku fair. Penulis perlu menghadirkan detil dan bukti-bukti yang jujur dan kuat untuk menopang argumen dalam tulisannya, atau untuk memberikan gambar kepada pembacanya.  Tanpa berlaku fair, seorang penulis hanya menghasilkan gosip dan desas-desus saja.

Ketiga,  tulisan  haruslah berbasis penalaran dan masuk akal. Prinsip “berbasis penalaran dan masuk akal” ini tak bisa dihindari sebab penulis bukan melulu berurusan dengan fakta-fakta; melainkan juga dengan inferences: sangkaan, pikiran, dugaan,penilaian, penarikan kesimpulan. Logika menjadi hal yang perlu dikuasai oleh seorang penulis. Selebihnya, penulis harus berani untuk tidak menghina kecerdasannya sendiri dengan motif apapun.

Kontak