Saya tidak berbohong. Sejak beberapa bulan lalu saya memang sedang menulis buku tentang storytelling di era AI .
“Mana bukunya?” Tanya seorang kawan.
“Belum selesai.”
“Biasanya bisa nulis cepat.”
“Nggak selalu. Nggak di segala situasi”.
Buru-buru saya susul, “Tapi satu naskah lain sudah selesai.”
“Lho kok?”
***
Terutama yang menulis tulisan reflektif dan naratif, seorang penulis bekerja dengan cara membuka banyak pintu sekaligus di kepalanya. Waktu satu pintu dibuka, pintu lain ikut berderit. Dari situlah idea cascade muncul: satu gagasan datang dan lalu memanggil gagasan-gagasan lainnya.
Mungkin ada yang menganggap itu terjadi karena si penulis kehilangan fokus dan lalu melantur. Bukan karena itu. Idea cascade terjadi karena pikiran sedang bekerja secara lateral, bukan linear.
Itu lumrah terjadi pada penulis. Seorang penulis lazimnya bukan sekadar mengeksekusi rencana, melainkan menyelami makna. Pikirannya tidak patuh pada garis lurus. Ia bekerja dengan asosiasi.
Idea cascade bukanlah kesalahan. Itu fase eksplorasi.
Bukan juga tanda kegagalan disiplin. Itu risiko alami dari pikiran yang hidup.
Yang penting buat penulis, bukanlah mencari cara untuk terbebas dari idea cascade. Yang lebih diperlukan oleh penulis adalah tahu kapan perlu mengikuti gagasan baru, dan kapan mencatatnya saja untuk kemudian kembali ke naskah semula.
Kalau sekadar letupan energi yang belum terlihat bentuknya, biasanya, gagasan baru cuma saya catat. Begitu juga kalau letupan ide baru itu terasa seperti mekanisme kreatif untuk menghindari kebuntuan kecil untuk menyelesaikan naskah yang sedang dikerjakan.
Lain urusannya kalau gagasan baru itu muncul bersama gambaran struktur tulisan yang lebih jelas. Saya akan mengikuti gagasan baru itu, dan menunda draft naskah sebelumnya. Apalagi kalau disertai dengan desakan “Ini harus segera ditulis. Kalau tidak, gagasan ini bisa menguap.”
***
“Jadi, apa buku penggantinya?”
“Ini bukan buku pengganti. Naskah tentang storytelling di era AI tetap mau kuselesaikan.”
“Lalu, yang lebih dulu terbit nanti itu buku apa?”
Saya perlihatkan rancangan sampul buku di ponsel.
“Kapan terbit?”
“Edisi ebook-nya terbit minggu depan. Edisi buku cetaknya segera menyusul”
Benar. Saya tidak berbohong. Saya memang sedang menulis buku.
