Google baru saja menghapus referensi tentang keberagaman dari halaman web mereka. Perubahan ini mungkin tampak sepele —sekadar penyesuaian komunikasi perusahaan.
Namun, bagi mereka yang mengikuti kebijakan teknologi global, langkah ini bisa jadi sinyal dari pergeseran nilai yang lebih besar. Apakah ini sekadar perubahan kosmetik, atau ada sesuatu yang lebih mendasar di baliknya? Dan yang lebih penting, apakah kita sebagai pengguna teknologi perlu merasa cemas?
Selama bertahun-tahun, Google dikenal sebagai salah satu perusahaan yang vokal dalam mendukung keberagaman dan inklusi. Mereka memiliki inisiatif rekrutmen inklusif, program pelatihan anti-bias, serta kebijakan internal yang dirancang untuk memastikan lingkungan kerja yang lebih beragam. Bagi banyak orang, ini adalah bukti bahwa perusahaan teknologi terbesar di dunia memahami pentingnya memiliki perspektif yang luas dalam pengembangan produk dan layanan mereka.
Itu sebabnya langkah Google ini bukan sekadar perubahan kecil, tapi mengundang pertanyaan besar: Apakah keberagaman masih dianggap penting di dalam perusahaan, atau hanya menjadi bagian dari citra yang bisa dihapus kapan saja?
Ada yang melihat bahwa ini adalah langkah pragmatis di tengah tekanan politik dan hukum yang semakin besar terhadap inisiatif keberagaman di sektor swasta. Ada juga yang khawatir bahwa ini menandakan keberagaman tidak lagi menjadi prioritas bagi perusahaan dengan miliaran pengguna di seluruh dunia.
Sebagai pengguna layanan Google, kita boleh bertanya: bagaimana perubahan ini akan memengaruhi kita? Salah satu dampak potensial yang paling nyata adalah dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Keberagaman bukan cuma soal kebijakan rekrutmen. Ini juga soal bagaimana produk dirancang dan siapa yang terlibat dalam proses itu. AI yang dikembangkan oleh tim yang homogen cenderung mencerminkan bias yang ada dalam kelompok tersebut.
Studi tentang bias dalam teknologi telah menunjukkan bahwa sistem AI sering kali gagal mengenali wajah orang non-kulit putih, membuat keputusan perekrutan yang cenderung lebih memilih laki-laki, atau menyarankan hasil pencarian yang memperkuat stereotip tertentu.
Kalau keberagaman tidak lagi menjadi prioritas Google, ada kemungkinan besar bahwa AI yang dikembangkannya akan semakin kurang sensitif terhadap kelompok-kelompok yang sebelumnya diperhatikan dalam inisiatif keberagaman Google. Ini tidak cuma berdampak pada pengguna individu, tetapi juga pada cara teknologi ini digunakan di berbagai sektor, dari perbankan hingga layanan kesehatan.
Di luar teknologi, ada juga pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas. Google telah lama menggunakan komitmen keberagaman sebagai bagian dari citra mereknya. Kalau Google bisa menghapus komitmen keberagaman tanpa penjelasan, apakah privasi pengguna atau kebebasan berekspresi bisa bernasib sama?
Bagi sebagian orang, langkah Google ini adalah alasan untuk khawatir. Perusahaan teknologi raksasa seperti Google punya pengaruh yang luar biasa dalam membentuk opini dan realitas digital. Kalau Google mulai mengabaikan keberagaman, dampaknya bisa jauh lebih luas daripada sekadar kebijakan internal. Ini bisa memengaruhi cara informasi disaring, bagaimana algoritma bekerja, dan bagaimana AI memproses keputusan yang berdampak pada hidup banyak orang.
Selain itu, bias dalam pengembangan teknologi bukan sekadar masalah etika, tetapi juga masalah keakuratan dan efektivitas. AI yang tidak dirancang dengan mempertimbangkan berbagai perspektif akan lebih cenderung menghasilkan hasil yang tidak akurat atau tidak adil. Dalam konteks perekrutan, misalnya, sistem AI yang tidak inklusif bisa memperkuat diskriminasi yang sudah ada.
Ada juga kekhawatiran bahwa langkah Google ini bisa menjadi preseden bagi perusahaan lain. Kalau Google bisa dengan mudah menghapus komitmen keberagaman, apakah perusahaan lain akan mengikuti langkah yang sama? Dalam dunia bisnis, tren yang dimulai oleh perusahaan raksasa sering kali menyebar ke seluruh industri.
Namun, ada juga argumen yang menolak kecemasan ini. Keberagaman dipandang bukan satu-satunya faktor yang menentukan kualitas teknologi. Meskipun Google menghapus referensi tentang keberagaman dari halaman web mereka, itu tidak berarti mereka benar-benar menghapus kebijakan tersebut secara internal. Banyak perusahaan memilih untuk tidak secara eksplisit menyebutkan kebijakan keberagaman mereka tetapi tetap menjalankannya.
Selain itu, perusahaan teknologi tetap berada di bawah tekanan pasar dan regulasi. Kalau pasar menuntut keberagaman, maka Google dan perusahaan lain akan tetap berinvestasi dalam inisiatif tersebut, meskipun tanpa menyatakannya secara terbuka. Juga, regulator, kelompok advokasi, dan konsumen tetap punya kekuatan untuk menekan perusahaan agar tetap berkomitmen pada prinsip inklusivitas.
Keputusan Google untuk menghapus komitmen keberagaman bisa jadi merupakan sinyal bahwa perusahaan bisa dengan mudah mengubah prioritas mereka sesuai dengan dinamika pasar dan politik. Apakah ini alasan untuk panik? Tidak serta merta. Apakah ini alasan untuk waspada? Mungkin iya.
Sebagai pengguna, kita perlu lebih kritis dalam mengamati bagaimana perusahaan teknologi besar menjalankan kebijakan mereka. Di dunia di mana teknologi semakin menentukan kehidupan kita, kita tidak bisa cuma menjadi konsumen pasif.
Kita perlu terus mempertanyakan keputusan perusahaan teknologi dan menuntut transparansi serta akuntabilitas dari mereka. Karena yang dipertaruhkan bukan hanya kebijakan internal Google, tapi juga masa depan teknologi—apakah ia akan tetap melayani semua orang, atau hanya sebagian?
Pertama kali diterbitkan di Arina.id